[Berani Cerita #37] Sarung dan Soto Banjar

Lani meletakkan sarung yang masih terbungkus itu dalam lemari pakaian miliknya. Sarung itu dibelinya dari seorang nenek tua yang singgah di depan rumahnya, saat dirinya sedang sibuk menyiram bunga-bunga kesayangannya. Nenek itu cukup sering ke rumahnya untuk menawarkan berbagai macam sarung kepada Lani. Dan entah mengapa Lani nyaris tak pernah bisa menolak tawaran dari sang nenek. Setiap kali sang nenek datang, setiap kali itu juga Lani akan merogoh koceknya untuk membeli sebuah sarung. Sarungholic, begitu ia menyebut dirinya.

Usai meletakkan sarung tersebut, Lani kembali ke dapur mungilnya. Hari ini ia akan memasak soto Banjar pesanan tetangga sebelah. Aneka ragam bumbu yang diperlukan untuk memasak masakan khas Banjarmasin itu kini sudah berjejer manis di meja dapurnya. Ayam sudah siap direbus. Bawang sudah siap dihaluskan. Bahan lainnya juga tinggal ditumis. Untuk ketupat, dia juga sudah membelinya saat ke pasar pagi tadi.

Setelah hampir dua jam bergelut di dapur, akhirnya soto banjar pesanan tersebut siap dihidangkan. Wanginya begitu menguar membangkitkan selera. Lani kemudian mengambil sebuah panci kecil dari rak piring di dekatnya. Dituangkannya beberapa beberapa bagian soto ke dalam panci kecil tersebut. Tak lupa juga dipotong-potongnya beberapa bagian dari ketupat yang sudah dibelinya pagi tadi.

Pukul enam kurang bunyi bel terdengar dari pintu depan. Lani, yang kini sudah berganti pakaian segera bersiap. Dirapikannya kembali pakainnya. Tak lupa juga ia menyisir kembali rambutnya dan memulas kembali lipstik ke atas bibirnya.

Pintu pun terbuka. Sang suami datang dengan pakaian kerja yang sedikit kusut dan wajah lelah. Meski begitu senyumnya langsung mengembang begitu melihat Lani berdiri di hadapannya. Dikecupnya sekilas kening Lani sebelum berjalan memasuki kamar mungil mereka. Baru beberapa menit sang suami masuk ke kamar mereka, sosok legam itu kemudian keluar lagi. Di tangannya kini memegang sarung yang masih terbungkus plastik.

“Sayang, kamu beli sarung baru lagi?” tanya sang suami kemudian.

“Iya, Mas. Tadi ada nenek nawarin ke rumah.”

“Sarung yang sebelumnya kamu beli dari nenek itu juga kan?”

Lani terdiam sesaat sebelum memberikan jawaban. “Iya, Mas.”

Sang suami menghela nafas. Ia kemudian berkata, “Aku tahu kamu membeli sarung itu semata-mata karena suka. Tapi kalau kamu terus-terusan membeli sarung yang dia jual, lama-lama kita bisa bangkrut.”

Lani tetap diam mendengarkan omelan sang suami. Ini bukan pertama kalinya sang suami protes akan kesukaannya membeli sarung. Dalam hatinya kini mulai menghitung mundur. Lima… empat… tiga….

“Kamu… masak soto Banjar?”

Belum lagi selesai Lani menghitung, sang suami sudah berkata lagi. Rupanya wangi soto banjar yang ia panaskan sesaat setelah suaminya memasuki kamar tadi sudah mulai tercium.

“Iya. Tadi ibu Wida minta bikinkan soto Banjar. Mas, mau makan sekarang?”

Tanpa perlu ditawari kedua kalinya, sang suami langsung melangkahkan kakinya menuju meja makan mungil mereka. Lani pun segera menyiapkan sepiring soto banjar untuk suaminya tersebut. Dipandanginya sang suami yang dengan lahapnya menyantap soto banjar buatannya. Dia tahu beberapa waktu ke depan suaminya akan kembali memprotes kesukaannya mengoleksi sarung. Namun selama ia bisa menghidangkan masakan lezat untuk suaminya itu, rasanya Lani tak perlu khawatir. Masih ada waktu sebelum memutuskan akan diapakan puluhan sarung yang tersusun rapi di lemari pakaian mereka.

***

Jumlah kata : 499 kata

 

49 pemikiran pada “[Berani Cerita #37] Sarung dan Soto Banjar

Tinggalkan Balasan ke ayanapunya Batalkan balasan