Cerita Kelahiran Yumna

“Dede nanti lahirnya sebelum tanggal 30 aja ya” begitulah obrolan yang kerap saya bisikkan pada bayi saya saat masih dalam kandungan beberapa waktu lalu. Sejak awal saya memang berharap bisa melahirkan pada pertengahan Desember meski HPL menunjukkan saya idealnya melahirkan di akhir Desember. Alasan utama yang membuat saya ingin melahirkan di pertengahan bulan adalah karena ayahnya lahir di pertengahan Desember, jadi saya berharap anak kami tanggal lahirnya tak jauh dari ayahnya. Selain itu, bobot perkiraan bayi yang lumayan besar membuat saya rada keder kalau harus melahirkan di usia kehamilan 40 minggu.

Atas keinginan ini, saya pun mengambil cuti tepat di pertengahan Desember. Dengan harap-harap cemas, saya pun menjalani minggu 38 kehamilan. Kapan ya kira-kira keluar tanda-tanda akan melahirkan seperti flek atau kontraksi? Begitu yang saya pikirkan setiap harinya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian mulai menunjukkan jawabannya pada Senin malam tanggal 19 Desember. Saat itu entah kenapa saya tiba-tiba merasakan kram pada perut bagian bawah. Sebenarnya kalau kram perut ini sudah cukup sering saya rasakan di minggu 37 kehamilan. Namun untuk kali ini kram yang rasakan sedikit berbeda dari biasanya. Saya pun berinisiatif ke kamar mandi untuk melakukan pengecekan. Benar saja. Ada flek di celana dalam saya. Saya pun segera memberi tahu ibu dan suami yang sedang sibuk menyelesaikan box bayi untuk calon anak kami nanti.

Baca lebih lanjut

Membuat Buku Pink (KIA) dan Perkembangan Trimester 2 Kehamilan

Sekitar minggu ke-20 kehamilan, saya dan suami memeriksakan kandungan ke dokter Rizarina yang berpraktik di RS. Islam Banjarmasin. Saya memilih dokter ini pertama karena beliau berjenis kelamin wanita dan sebelum hamil juga sempat periksa plus program hamil di tempat beliau. Sebenarnya sih saya pengen juga nyoba periksa ke dokter lain biar dapat perbandingan gaya meriksa. Tapi mungkin karena merasa hamilnya nggak ribet akhirnya saya balik lagi ke beliau buat periksa kandungan plus sesekali ke bidan juga.

Nah, setelah selesai memeriksa kandungan hari itu, dokter Rizarina tiba-tiba menyarankan agar saya segera membuat buku pink alias buku Kesehatan Ibu dan Anak. “Biar gampang bikin akta kelahiran anak,” begitu kata dokter Rizarina. Saya sendiri sudah pernah mendengar tentang pentingnya memiliki buku pink ini bagi ibu hamil. Tapi yang saya tahu, untuk mendapatkan buku pink ini ibu hamil harus periksa ke Puskesmas.

“Bikinnya di mana, Dok?” tanya saya kemudian.

“Di Puskesmas,” jawab dokter lagi tepat seperti dugaan saya.

Sepulang dari dokter, saya pun mencari-cari info di mana bisa mendapatkan si buku pink selain di Puskesmas. Maklumlah, ya, saya malas antri di kalau di Puskesmas. Eh ternyata setelah bertanya kepada seorang teman, saya jadi tahu kalau klinik bersalin yang letaknya tak jauh dari rumah bisa memberikan buku itu.

Baca lebih lanjut

Medical Check Up

Sekitar akhir tahun 2015 yang lalu, saya dan karyawan perusahaan melakukan medical check up di salah satu Rumah Sakit Banjarmasin. Ini adalahmedical check up kedua yang saya jalani. Medical check up saya yang pertama dilakukan dua tahun sebelumnya, saat saya harus mengikuti pemeriksaan kesehatan untuk bisa bekerja di perusahaan sekarang.

Medical Check up ini yang kami ikuti sendiri terbagi menjadi tiga golongan. Golongan pertama untuk mereka yang berusia di bawah 31 tahun yang saya sebut dengan Paket Hemat. Medical check up ini hanya memeriksa air seni, darah, jantung, paru-paru. Untuk medical check up golongan kedua, selain pemeriksaan air seni, darah, dan yang lain, juga dilakukan pemeriksaan kolesterol dan pemeriksaan pap smear untuk para wanitanya. Golongan terakhir, merupakan medical check up yang diperuntukkan bagi mereka yang berusia di atas empat puluh lima tahun. Medical check up ini bisa dibilang paket lengkap karena ada tambahan pemeriksaan mata dan gigi.

Hari itu, saya dan rekan kantor yang lain datang ke RS Bhayangkara tempat medical check up dilaksanakan. Sudah beberapa karyawan lain di rumah sakit tersebut. Saya pun segera absen dan mengantri bersama karyawan yang lain. Saya lihat beberapa rekan ada yang sudah mulai melakukan pemeriksaan. Mulai dari pemeriksaan tekanan darah, air seni, jantung, hingga pap smear.

Baca lebih lanjut

Ikhtiar Hamil

Selang satu bulan setelah pernikahannya, adik saya mengirimkan gambar testpack bergaris dua. Aku hamil, begitu tulisnya dalam pesan. Saat itu masih subuh hari, saat saya dan ibu masih sibuk berkutat di dapur dengan kue olahan kami.

Berkaca dari pengalaman adik itu, saya pun yakin setelah menikah akan langsung berbadan dua. Namun meski lahir dari rahim yang sama, urusan nasib tentulah berbeda. Hingga bulan keempat pernikahan, saya tak kunjung hamil. Yah, namanya nikah usia 30, jadinya pengen cepat punya anak aja. Kalau telat sih sempat beberapa kali. Tapi pas dites hasilnya negatif selalu.

“Gimana kalau aku ke tukang urut, Mas?” kata saya pada suami setelah lagi-lagi tamu bulanan datang. Kebetulan di kantor saya ada seorang kakak yang berhasil hamil setelah perutnya diurut oleh seorang tukang urut.

“Ya, terserah kamu aja,” kata suami saya pendek.

Maka dengan ditemani seorang rekan, saya pun mendatangi ibu tukang urut yang ternyata rumahnya tak jauh dari tempat saya dan suami tinggal.

Baca lebih lanjut

Gaya Lebaran Kita Beda!

“Di keluarga kamu, kalau lebaran biasanya ada sungkemannya, nggak?”

Itulah salah satu pertanyaan yang keluar dari mulut suami saya di tahun pertama kami merayakan Idul Fitri.

Saat itu, dengan mantap saya menjawab, “Ada dong.”

Lalu suami bertanya lagi, “Sungkemannya yang kayak gimana?”

“Ya, yang kayak biasa. Maaf-maafan ke yang lebih tua. Memangnya kenapa?” Saya balik bertanya.

“Kalau di keluargaku, biasanya acara sungkeman itu panjang prosesnya. Bisa setengah jam lebih,” suami menjelaskan. Saya hanya manggut-manggut mendengar penjelasannya. Tak lama ia kemudian mengambil ponselnya. “Aku mau nelpon orang tuaku dulu, ya,” katanya pada saya.

Sambil tetap berdiri di sampingnya, saya turut mendengarkan percakapan suami dengan keluarganya di pulau seberang. Tahun ini, entah tahun keberapa sosoknya tak berada bersama keluarga di saat lebaran. Sudah barang tentu momen seperti ini menjadi saat yang cukup mengharukan baik bagi suami maupun kedua mertua saya.

Baca lebih lanjut