Terjebak Romantisme

Saat kuliah dulu, saya memiliki seorang teman pria. Mulanya saya tak pernah terpikir akan akrab dengannya, mengingat kami berasal dari sekolah yang berbeda. Namun layaknya teman kuliah yang lain, rangkaian tugas kuliah dan kelas yang sama menjadikan saya mulai akrab dengannya, meski kadarnya hanya teman biasa.

Satu malam, dia datang ke kost saya untuk meminjam bahan kuliah. Ada banyak hal yang kami bicarakan malam itu. Mulai dari tugas kuliah hingga tentunya teman-teman satu angkatan. Yang mengejutkan, teman saya ini dengan entengnya menebak pria yang saat itu saya taksir. “Kamu naksir si itu, kan?” Tanyanya kala itu. Karena tak pandai berbohong, akhirnya saya iyakan saja pertanyaannya tersebut.

Sejak saat itu hubungan saya dengan teman saya tersebut jadi semakin akrab. Saya kerap curhat padanya. Dia juga memberikan respon yang baik atas curhat-curhat saya tersebut. Dan pelan tapi pasti, saya pun memiliki harapan yang berlebih padanya.

Sayangnya, karena satu kejadian harapan saya pada teman saya ini harus luruh. Intinya sih, dia mengetahui perasaan saya padanya. Saat itu. dengan tegas mengatakan kalau selama ini dia hanya menganggap saya teman biasa. Saya pun patah hati, dan bisa ditebak setelah itu hubungan saya dengannya tak lagi sama.

Baca lebih lanjut

Selina Story : Her Bestfriend’s Wedding (part 2)

Cerita sebelumnya di sini.

Kafe Binggo merupakan kafe yang paling sering dikunjungi Selina selama masa kuliahnya. Hampir tiap hari dihabiskannya di kafe tersebut meski itu hanya untuk sekadar menyesap secangkir teh hangat dan sepotong kue. Bukan hanya Selina sebenarnya, kawan-kawan kuliahnya yang lain juga kerap berkumpul di kafe tersebut. Letaknya yang tak jauh dari kampus serta harga makanannya yang sesuai kantong menjadi dua alasan yang menyebabkan Kafe Binggo sangat diakrabi mahasiswa di kampusnya. Bagi Selina sendiri, ada alasan lain mengapa ia begitu senang menghabiskan waktu di kafe tersebut. Sayangnya untuk dua tahun terakhir, alasan tersebut sudah tak lagi bisa ia temui di Kafe Binggo.

“Kafe ini sudah banyak berubah, ya? Tidak seperti dulu lagi,” ucap Adam pada Selina yang sedang sibuk dengan ponselnya. Selina kemudian menatap sosok si pemuda yang kini duduk hadapannya itu. Wajahnya tirus dengan sepasang kacamata membingkai matanya. Tubuhnya sekurus tiang listrik dengan rambut ikal yang dibiarkan acak-acakan. Jika dibandingkan dengan saat terakhir kali Selina melihatnya, bisa dibilang tak ada perubahan berarti dari fisik pemuda tersebut.

“Kau ke kafe ini terakhir dua tahun yang lalu. Tentu saja kafe ini banyak berubah. Memangnya dirimu yang bertahun-tahun tinggal di luar negeri tapi penampilan tetap seperti itu saja?” jawabnya kemudian.

“Ah, kenapa kau sinis sekali, Selina? Kau masih marah padaku?” tanya Adam begitu mendengar jawaban Selina.

Selina tersenyum sinis. Sejak mereka mendudukkan diri di kafe tersebut, Selina memang tak memperlihatkan sambutan hangat pada sosok di hadapannya itu. Yah, kecuali untuk senyum lebar dan ekspresi yang tak bisa ia kendalikan saat melihat Adam berada di toko miliknya beberapa belas menit yang lalu, rasanya nyaris tak ada kalimat yang keluar dari mulutnya sepanjang perjalanan mereka menuju kafe Binggo.

“Coba kita ingat. Kau pergi dua tahun yang lalu tanpa memberitahuku terlebih dahulu. Kemudian, saat kau pulang tahun lalu, kau bahkan tidak menemuiku. Lalu, selama dua tahun ini tak satu pun email-ku yang kau balas. Dan sekarang kau pulang pun tidak memberitahuku. Kalau kau jadi aku, apakah kau tidak akan marah?!” Kali ini Selina yang balik bertanya pada pemuda di hadapannya tersebut.

Adam, pemuda kurus tersebut hanya tersenyum mendengar ucapan Selina yang nadanya semakin meninggi.

Baca lebih lanjut

Makin boros pulsa!

Kemarin, saat sedang asyik blogwalking di reader wordpress, saya mendapat peringatan kalau kuota internet yang saya pakai telah habis. Ini adalah ketiga kalinya saya kehabisan kuota internet selama bulan Oktober. Parahnya, untuk kuota yang terakhir baru saya beli 3 hari yang lalu seharga 25ribu dengan kuota 600mb sebulan. Jujur ini membuat saya bingung. Seboros itukah saya dengan internet?

Sewaktu masih di kantor lama, saya bisa bebas berinternetan di siang hari. Waktu itu, saya menggunakan paket 49ribu/bulan dengan kuota 1,5 GB dan bonus 1,5 GB di malam hari untuk 3G. Kala itu, karena siang saya masih bisa menggunakan internet kantor maka paket tersebut masih cukup hingga satu bulan. Nah, karena sejak pindah di kantor baru saya tidak bisa lagi mengakses internet lewat komputer, maka bisa dibilang segala aktivitas blogging saya lakukan lewat ponsel. Mulai dari menulis jurnal hingga berbalas komentar. Sebenarnya bisa sih saya posting di rumah malam hari. Namun biasanya saya sudah terlalu malas untuk membuka laptop atau bisa juga saya malah keasyikan membuka forum yang lain.

Selain untuk blogging, aktivitas lain yang saya lakukan adalah unggah foto di instagram, chatting via whatsapp dan sesekali mengedit cerpen. Kalau dipikir-pikir, rasanya nggak mungkin lah ya saya bisa menghabiskan 100 MB sehari dengan aktivitas saya itu. Tapi nyatanya peringatan dari operator berkata lain.

Karena penasaran dengan pemakaian internet, saya pun akhirnya menginstal (kembali) aplikasi pengecek pulsa yang dimiliki oleh provider yang saya pakai. Sebagai percobaan. saya membeli paket seharga 5000 rupiah dengan quota 100 MB untuk satu bulan. Hasilnya, saat malam hari saya cek pulsa yang tersisa (saya membeli pulsa sore hari), kuota yang saya miliki tinggal 60 MB. Dan paginya, lagi-lagi saya resmi kehabisan kuota Jadi, kayaknya memang benar saya bisa menghabiskan 100 MB hanya dalam 1 hari 😦

Baca lebih lanjut

Perpisahan

Ada dua berita yang saat ini bisa dibilang selalu sukses membuat saya shock dan banyak berpikir. Keduanya sama-sama merupakan lambang dari perpisahan, dan jelas bukan berita yang ingin kita dengar dari pihak manapun. Kedua berita tersebut adalah kematian dan perceraian.

Beberapa waktu yang lalu, saya sempat menulis tentang dua orang teman masa kecil yang meninggal di usia mereka yang baru menginjak tiga puluh. Yang satu karena sakit jantung. Yang lain karena kanker hati. Saat mengetahui berita tersebut, hal yang terpikir di kepala saya adalah, “Ya Allah mereka begitu muda. Kenapa begitu cepat Kau memanggil mereka?” Saya juga terpikir bagaimana jika giliran berikutnya adalah saya? Apakah saya sudah siap dengan bekal saya? Lalu, apakah nantinya saya akan meninggal dalam keadaan husnul khotimah atau sebaliknya? Sungguh ya, memikirkan semua pertanyaan itu cukuplah membuat saya diam sepanjang hari.

Adapun tentang perceraian, jelas ini juga bukan hal baru. Di televisi kita bisa menyaksikannya melalui infotainment lengkap dengan dramanya. Di lingkungan sekitar saya juga, berita perceraian ini bukan hal yang baru lagi. Beberapa teman masa kecil saya malah juga mengalaminya. Namun alhamdulillah sekarang mereka sudah menemukan jodohnya lagi. tinggal saya yang satu kali aja belum :D.

Jika ditakar-takar, mungkin kadar keterkejutan saya akan berita perceraian sedikit berada di bawah berita kematian. Namun, setiap kali berita itu sampai ke telinga saya, tetap saja akan muncul pertanyaan. “Kok mereka bisa cerai?” Dan pertanyaan ini akan semakin panjang ketika saya tahu yang bercerai ini adalah orang yang saya anggap baik dan mengerti agama. Maksud saya, mereka kan tahu teorinya, punya bekal yang cukup untuk membina rumah tangga. Kok masih bisa cerai juga? Salahnya di mana? Mungkin saya terlalu hitam putih dalam memandang masalah perceraian ini. Namun itulah yang sempat terjadi. Dan kalau boleh jujur, pertanyaan seperti ini cukup untuk membuat saya (lagi-lagi) takut dengan yang namanya pernikahan.

Meski begitu, seiring perjalanan waktu saya pun mulai berpikir.

Oh, ya. Perceraian kan bisa terjadi pada siapa saja. Tidak memandang apakah yang bercerai ini memang orang yang “kurang baik” atau bahkan mereka yang mengaji ilmu agama. Entah apa ini yang disebut takdir atau bukan. Yang jelas mereka yang bercerai ini pasti sudah berusaha untuk mempertahankan pernikahan mereka bukan? Dan seperti kata orang-orang, saat kita dipisahkan dengan sesuatu, maka itu artinya jodohnya sudah habis. Dan mungkin, setelah ini akan disiapkan jodoh lain yang lebih baik dari jodoh sebelumnya.

Kekayaan dan Kecukupan

Saya dapat materi ini dari instagramnya Lyra Virna.

Isilah titik-titik di bawah ini:
1. Allah menciptakan tertawa dan …
2. Allah mematikan dan …
3. Allah menciptakan laki-laki dan …
4. Allah memberikan kekayaan dan …

Saat membaca pertanyaan tersebut, secara spontan saya memberikan jawaban sebagai berikut:
1. Menangis
2. Menghidupkan
3. Perempuan
4. Kemiskinan

Sekarang mari kita cocokkan jawabannya:
1. Dan Dia-lah yang menjadikan orang tertawa dan menangis (QS 53:43)
2. Dan Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan (QS 53:44)
3. Dan Dia-lah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan (QS 53:45)
4. Dan Dia-lah yang memberikan Kekayaan dan Kecukupan (QS 53:48)

Ada yang aneh dari kunci jawaban tersebut? Ya. Semua jawaban saya benar kecuali untuk pertanyaan nomor 4. Ternyata bukan kemiskinan yang menjadi pasangan dari kekayaan, melainkan kecukupan. Subhanallah baiknya Allah pada kita yaa.

Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?

Posted from WordPress for Android