Bulan Oktober lalu, salah satu teman saya di kelas tahfidz mengambil cuti dari kelas selama satu bulan. Awalnya saya tidak mengetahui perihal cutinya ini. Yang saya tahu, selama beberapa pertemuan sosoknya tak kunjung muncul di kelas. Padahal biasanya sosoknya inilah yang kerap menjadi teman akrab saya selama berada di ma’had. Biasanya sepulang dari kelas kami menyempatkan diri untuk makan bersama. Wajar dong jika kemudian saya bertanya-tanya mengenai absennya dirinya. Apalagi saya juga mendapati pesan yang saya kirimkan tak terlalu mendapat respon darinya.
Sampai kemudian seorang adik memberitahu saya. “Kak N cuti selama bulan Oktober,” begitu katanya. Saya pun mengkonfirmasi informasi pada teman saya tersebut. Dan benarlah adanya. Teman saya memutuskan untuk cuti dari kelas tahfidz selama satu bulan penuh. Alasannya? “Aku mau fokus muraja’ah,” katanya pada saya.
Lepas pertengahan bulan Oktober, saya berhasil menyetorkan surah Al Mujadalah. Mengingat bagaimana beberapa hafalan saya banyak yang mulai hilang, saya pun terpikir untuk mengambil cuti seperti yang teman saya lakukan. Rasanya tidak mungkin bagi saya untuk maju ke hafalan selanjutnya jika surah-surah sebelumnya terlupakan. Saya kemudian menghubungi teman saya yang sedang cuti tersebut. Bagaimana kabar muraja’ahnya? Tanya saya padanya. Tanpa saya duga, teman saya itu kemudian memberikan jawaban yang cukup mengejutkan.