Pesta Telah Usai

Sabtu lalu, adik perempuan saya melangsungkan pernikahannya. Usianya tiga tahun di bawah saya. Dan dengan pernikahannya ini, secara otomatis penantian ibu saya akan kehadiran menantu telah berakhir. Meski begitu masih ada pertanyaan lain yang -katakanlan- menjadi beban ibu saya. “Kapankah putri sulungnya menemukan jodohnya?”

Kembali ke beberapa bulan sebelumnya, saat adik saya bertanya pada saya bagaimana jika dia ingin mendahului saya menikah, saya dengan tegas mengatakan saya tidak bermasalah jika dia menikah lebih dulu. Saya sudah memikirkan kemungkinan ini jauh-jauh hari. Mungkin karena saya melihat sejarah di keluarga ibu saya, di mana ibu saya juga melangkahi kakak perempuannya. Atau mungkin juga karena usia kami yang cukup dekat sehingga saya merasa perkara dilangkahi satu hari akan datang pada saya. Sayangnya ketika keinginan menikah ini disampaikan pada ibu saya, beliau dengan tegas menolak. Alasannya sudah jelas, saya tidak boleh dilangkahi. Untungnya, mungkin karena melihat saya yang begitu santai dengan tema langkah-melangkahi ini, ibu saya akhirnya luluh juga. Prosesi lamaran pun dilakukan. Dan setelah melaui beberapa perundingan rumit, tanggal 2 November disepakati sebagai tanggal pernikahan.

Layaknya kakak-kakak lain yang dilangkahi, tentunya banyak reaksi bermunculan setelah orang-orang tahu bahwa adik saya akan menikah lebih dulu. Ada yang menyayangkan dengan berkata, “Yaah, kok mau sih dilangkahi?” Ada juga yang menyemangati dengan mengatakan “Nggak masalah dilangkahi it, Dik. Saya juga dulu dilangkahi kok.”  Dan jujur, buat saya, itu kalimat yang ringkas namun sangat berarti.

Baca lebih lanjut