Ratri menutup buku di tangannya. Matanya beralih ke jam dinding yang ada di kamarnya. Sudah lewat dari pukul dua belas malam. Dua jam sudah ia tak bergerak dari tempat tidurnya. Segelas air minum yang ia letakkan pada nakas di samping tempat tidurnya juga sudah habis tak bersisa. Ratri kemudian memandang ke sisi kanan tempat tidurnya yang masih kosong. Ia menghela nafas.
Masih dengan buku di tangannya, Ratri kemudian beranjak dari tempat tidurnya. Kakinya melangkah menuju sebuah ruangan yang terletak di dekat lantai dua. Ruangan tersebut merupakan tempat favorit Adrian di rumah mungil mereka. Dalam ruangan tersebut terdapat sebuah meja kerja dengan puluhan buku tersusun rapi pada rak yang menempel dinding. Jika sudah berada di dalam ruangan itu, Adrian sanggup menghabiskan waktu berjam-jam tanpa peduli dengan dunia luar, termasuk dirinya. Hal yang kerap membuat Ratri cemburu setengah mati.
Setiba di depan di ruangan tersebut, dilihatnya Adrian masih sibuk memelototi laptop miliknya.
“Belum tidur?” tanya Adrian saat menyadari keberadaan sosok Ratri di ruangannya.
“Baru selesai baca buku kamu,” balas Ratri sambil melangkahkan kakinya memasuki ruang kerja tersebut.
Adrian menghentikan sejenak aktivitasnya saat Ratri meletakkan tubuhnya pada kursi di hadapannya. Dilihatnya mata istrinya itu sedikit sembab dan berkantung.
“Jadi, gimana bukunya?” tanya Adrian lagi.
“Bagus. Romantis.”
Adrian tersenyum lebar setelah mendengar pujian dari Ratri.
“Kamu masih lembur?”
“Iya. Ada beberapa bab yang harus diperbaiki. Editor minta draft-nya dikirim besok,” jawab Adrian. Meski sehari-hari ia bekerja sebagai seorang arsitek, namun beberapa minggu terakhir, Adrian disibukkan dengan aneka macam revisi dari buku yang entah sejak kapan ditulisnya. Ratri sendiri baru mengetahui profesi lain suaminya ini setelah mereka menikah satu bulan yang lalu.
“Ya sudah. Kalau begitu aku tidur duluan, ya,” pamit Ratri kemudian.
Adrian menganggukkan kepalanya sambil tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya kembali.
***
Setelah mengembalikan buku yang dibawanya, Ratri berjalan kembali menuju kamarnya. Sebelumnya, ia mampir terlebih dahulu ke dapur untuk mengisi kembali gelas air minumnya. Setelah menuangkan air pada gelas miliknya, Ratri kemudian mengambil sebuah cangkir lain dari rak piring. Diisinya cangkir tersebut dengan kopi, gula, kemudian diseduh dengan air panas. Dalam sekejap aroma kopi instan tersebut menguar dari dapur mereka.
Ratri kemudian membawa cangkir tersebut kembali ke ruang kerja Adrian. Kali ini kening Adrian mengernyit saat melihat dirinya kembali.
“Katanya tadi mau tidur,” kata Adrian kemudian.
Ratri hanya tersenyum sembari meletakkan secangkir kopi panas yang tadi dibuatnya. “Ini buat teman lembur,” katanya kemudian.
Tanpa menunggu lama, Adrian segera menyeruput kopi tersebut. “Enak. Makasih, ya,” ujarnya lagi.
Ratri kembali tersenyum, namun tak beranjak dari tempatnya berdiri. Matanya kini menatap lekat wajah suaminya.
Jengah, Adrian akhirnya bersuara.
“Ratri, berhenti menatap saya seperti itu. Kamu mengganggu konsentrasi saya.”
Tak ingin mengganggu Adrian lebih lama lagi, Ratri akhirnya menghentikan aksinya. Sebelum benar-benar beranjak dari ruangan tersebut, ia berkata pada Adrian, “Mas, terima kasih karena sudah mencintai saya begitu lama. Saya baru tahu kalau kamu sudah naksir saya sejak SMP.”
Mendengar kalimat tersebut, Adrian hanya bisa balas tersenyum. Setelah sepuluh tahun, akhirnya ia berhasil mengungkapkan perasaannya pada Ratri, gadis yang menjadi tokoh utama dalam novel miliknya.
Jumlah kata : 498 kata
cinta pertama rupanya …… 🙂
Iya. Cinta pertama Adrian 🙂
cerita di buku yang menjadi kenyataan 😀
eh…. begitu bukan?
Bisa jadi gitu, mas 🙂
kalau gitu… coba aja bikin perjalanan seorang perempuan bertemu jodoh… siapa tahu jadi kanyataan 😀
Udah sering mah saya nulis ttg perjalanan cewek ketemu jodohnya 😀
Iya juga yah. Kurang banyak mungkin.
😀
Edisi kemarin nggak ada pemenangnya juga yah?
Heeh. Soalnya rata2 tulisannya cerpen yg dipendekin ya?
Sepertinya begitu…. 😀
Jadi FF itu nggak boleh pindah waktu dan lokasi yah?
Kurang ngerti juga, mas. Kalau yang dulu2 gimana? Kalau dari namanya sih ff itu cerita cepat 😀
Kalau FF saya yg terpilih…
1 pindah waktu tanpa pindah setting.
1 pindah waktu dan pindah setting sedikit.
1 pindah zaman
Jadi maksudnya cerpen yang dipendekin apa ya? Mungkin krn terlalu bnyak narasi, mas. Ga ada unsur cerita cepatnya
😀
Yg nggak ngerti juga
Yang penting nulis kalau saya mah 😀
Musti ngorek2 dulu… ada nggak nama cinta pertama Ayana disini.. *ngikik usil* 🙂
Nggak ada doong. Hihihi
Waaaa…. itu kannnn ceritaakuuu
Waaa.. kabuur
*takut ditagih royalti 😀
Hehehe…
🙂
weisss…. bagusss….
Makasiih 🙂
sami2 🙂
so sweeeeeeet…. tapi kakak saya juga gitu loh mbak. nikah ma pacar pertamanya dari SMP 😀
Jodoh emang nggak kemana yak. Hihi
Iya. Hihihi 😀
Nah jodohku sekarang ke mana tapi ya? wakkkk
Insya Allah sedang disiapkan 🙂
Amiiiiiiin 🙂
ah…too sweet … ampe ngilu ..
Ahahaha.. 😀
Makasih udah ikutan Berani Cerita ya!
Sedikit masukan nih:
1. Perhatikan penggunaan kata -nya.Cukup mengganggu jika terlalu banyak. Bahkan tak berpengaruh jika tidak ditambahkan -nya.
Misalnya di paragraf pertama, hilangkan beberapa -nya, menjadi ini:
Ratri menutup buku di tangan (pasti di tangan Ratri, bukan di tangan orang lain). Matanya beralih ke jam dinding yang ada di kamar. Sudah lewat dari pukul dua belas malam.Dua jam sudah ia tak bergerak dari tempat tidur. Segelas air minum yang ia letakkan pada nakas di samping tempat tidur juga sudah habis tak bersisa. Ratri kemudian memandang ke sisi kanan tempat tidur yang masih kosong.
2. Twistnya ‘ketahuan’ di tengah cerita. Tepatnya di adegan ini:
“Jadi, gimana bukunya?” tanya Adrian lagi.
“Bagus. Romantis.”
Adrian tersenyum lebar setelah mendengar pujian dari Ratri. >> seharusnya tidak perlu, sehingga di akhir cerita, barulah diungkapkan bahwa buku yang dibaca Ratri adalah buku karangan suaminya.
Just my two cents, keep the good work, darling! ^__^
Waaa makasih masukannya, mbaa ^_^