Sasirangan

image

Ada empat macam seragam kantor yang dikenakan para karyawan di kantor tempat saya sekarang bekerja. Seragam dengan logo perusahaan di hari Senin, blazer biru tua di hari Selasa, blazer hijau toska untuk Rabu, dan sasirangan untuk hari Kamis. Khusus untuk Jum’at, karena paginya diisi dengan senam bersama, maka para karyawan dibolehkan mengenakan pakaian olahraga untuk bekerja.

Saya sendiri (bersama dua teman perempun lain) baru bisa mengenakan blazer biru tua untuk hari Selasa. Seragam untuk hari Senin masih dijahit, dan untuk blazer hijau toska, kabarnya akan dihapuskan dan diganti dengan seragam Senin. Jadilah selain hari Selasa, Kamis dan Jum’at, saya dan teman-teman kembali mengenakan seragam putih hitam yang warnanya sudah mulai berubah itu.

Untuk sasirangan sendiri, karena tidak ditetapkan motif khusus, maka kami pun berinisiatif membelinya di salah satu pusat penjualan kain sasirangan yang terletak di km 3 jalan A. Yani. Kami memilih membeli di toko tersebut karena koleksi pakaian jadinya yang cukup lengkap. Sebenarnya cukup banyak gerai penjual sasirangan di kota Banjarmasin. Namun rata-rata gerai tersebut hanya menjual kain sasirangan dan sedikit sekali yang menyediakan pakaian jadi untuk wanita. Entah jika kami mencari di kampung sasirangan yang ada di Kampung Melayu. Bisa jadi koleksinya lebih lengkap.

Baca lebih lanjut

[Berani Cerita #37] Sarung dan Soto Banjar

Lani meletakkan sarung yang masih terbungkus itu dalam lemari pakaian miliknya. Sarung itu dibelinya dari seorang nenek tua yang singgah di depan rumahnya, saat dirinya sedang sibuk menyiram bunga-bunga kesayangannya. Nenek itu cukup sering ke rumahnya untuk menawarkan berbagai macam sarung kepada Lani. Dan entah mengapa Lani nyaris tak pernah bisa menolak tawaran dari sang nenek. Setiap kali sang nenek datang, setiap kali itu juga Lani akan merogoh koceknya untuk membeli sebuah sarung. Sarungholic, begitu ia menyebut dirinya.

Usai meletakkan sarung tersebut, Lani kembali ke dapur mungilnya. Hari ini ia akan memasak soto Banjar pesanan tetangga sebelah. Aneka ragam bumbu yang diperlukan untuk memasak masakan khas Banjarmasin itu kini sudah berjejer manis di meja dapurnya. Ayam sudah siap direbus. Bawang sudah siap dihaluskan. Bahan lainnya juga tinggal ditumis. Untuk ketupat, dia juga sudah membelinya saat ke pasar pagi tadi.

Setelah hampir dua jam bergelut di dapur, akhirnya soto banjar pesanan tersebut siap dihidangkan. Wanginya begitu menguar membangkitkan selera. Lani kemudian mengambil sebuah panci kecil dari rak piring di dekatnya. Dituangkannya beberapa beberapa bagian soto ke dalam panci kecil tersebut. Tak lupa juga dipotong-potongnya beberapa bagian dari ketupat yang sudah dibelinya pagi tadi.

Pukul enam kurang bunyi bel terdengar dari pintu depan. Lani, yang kini sudah berganti pakaian segera bersiap. Dirapikannya kembali pakainnya. Tak lupa juga ia menyisir kembali rambutnya dan memulas kembali lipstik ke atas bibirnya.

Baca lebih lanjut

Phobia

Ada satu adegan dalam film King Kong yang hingga hari ini masih menghantui saya. Adegan di mana para kru film yang dipimpin Jack Black terjatuh ke jurang, dan di jurang itu mereka diserang oleh sekumpulan binatang berukuran raksasa yang siap memangsa mereka. Saya lupa apa saja jenis binatang tersebut, namun ada satu binatang yang bahkan dari kemunculannya sudah membuat saya bergidik ngeri. Belum lagi adegan saat binatang itu memangsa salah satu kru film, benar-benar membuat saya trauma! Belakangan saya sadari, hal inilah yang kemudian menjadi salah satu awal ketakutan saya pada ulat bangkai atau belatung.

Beberapa tahun yang lalu, salah satu kucing di rumah membawa tikus hasil buruannya ke plafond kamar mandi di rumah. Waktu itu kondisi plafond kamar mandi di rumah kami memang masih belum tertutup secara sempurna. Karena berpikir tikus itu akan dihabiskan oleh si kucing, saya pun membiarkan saja bangkai tikus tersebut teronggok di atas plafond. Beberapa hari berselang, bau busuk pun menyebar. Namun entah mengapa tak jua ada keinginan dari orang rumah untuk membuang bangkai tikus tersebut. Hingga akhirnya kemudian bau busuk itu menghilang, dan sebagai gantinya saya menemukan ulat-ulat kecil itu merayap di dinding kamar mandi.

Berkaca dari pengalaman tersebut, akhirnya ibu saya memutuskan untuk memperbaiki plafond kamar mandi tersebut. Plafondnya yang dulu hanya separo kini ditutup penuh, dengan harapan kucing tak bisa lagi membawa bangkai tikus ke atasnya. Namun rupanya masih ada saja jalan bagi para kucing ini membawa mangsanya ke atas plafond. Dan meski setelah kejadian pertama kami lebih waspada, namun tetap saja ada saat di mana kami semua kecolongan dan lagi-lagi menemukan ulat-ulat kecil merayap di dinding kamar mandi. Dan bisa ditebak, sayalah yang paling heboh dengan keberadaan ulat-ulat kecil ini.

Hingga kini, saya sendiri belum bisa memastikan faktor yang membuat saya bisa begitu takut dan geli dengan ulat bangkai ini. Dugaan pertama, (seperti yang saya tulis di atas) karena efek menonton film King Kong beberapa tahun yang lalu. Jika ini benar, maka besar kemungkinan saya juga takut dengan binatang beruas seperti cacing dan ulat (terutama ulat bulu). Dugaan kedua (dan ini menurut saya lebih pas), ulat bangkai ini mengingatkan saya pada kematian. Setiap kali melihat binatang ini, saya langsung membayangkan bagaimana tubuh saya nantinya akan bernasib sama seperti bangkai tikus itu. Busuk dan dimakan ulat.

Untuk saat ini, tingkat ketakutan saya pada ulat bangkai bisa dikatakan sudah mencapai titik yang cukup menakutkan. Hidung saya kini jadi sangat peka dengan bau ulat-ulat tersebut. Saya juga sekarang juga selalu mengenakan kacamata ke kamar mandi agar bisa mengecek apakah ada binatang kecil yang merayap di lantai atau dinding. Bahkan, kadang-kadang muncul pikiran aneh di kepala saya kalau tiba-tiba ulat-ulat itu akan muncul tiba-tiba dari air yang saya gunakan. Kalau sudah begini, muncul pertanyaan baru di kepala saya. Jangan-jangan saat ini saya sudah sampai pada taraf paranoid?

Pekerjaan Baru, Mainan Baru

“Wil, kenapa ya pas aku nge-running blok ini tekanan kurangnya sampai 500 gitu? Kayaknya ada yang salah, deh,” begitu ujar saya pada Wilda, salah satu rekan kantor senior yang berada satu divisi dengan saya di perencanaan.

Wilda kemudian mendatangi meja saya -yang terletak di ruangan lain-, mengecek gambar yang saya kerjakan selama beberapa menit, dan kemudian berkata, “Wajar aja sih kalau tekanannya kurang banget. Ini pipa yang mengelilingi daerah ini kecil banget (75 mm) dan pipanya panjang-panjang gini. Wajarlah kalau ngos-ngosan.”

Mendengar penjelasannya tersebut, ada sedikit rasa lega di hati saya. Maklum lah, saya kan masih baru dan belum terlalu mengerti dengan program epanet ini. Pe-runningan pun saya lakukan hanya untuk coba-coba. Karena itu saya cukup kaget juga ketika Wilda kemudian berkata pada saya, “Nanti kamu bikin analisanya dan di print ya. Ada contohnya kan di file yang kemarin kukasih?”

Saya pun hanya bisa mengangguk sambil berkata dalam hati, yakin nih mau di print? Kalau salah gimana?

Baca lebih lanjut

Selina Story : Her Best Friend’s Wedding (part 4)

Cerita sebelumnya di sini.

Sulit untuk tidak menyukai Tiara. Hanya itulah yang bisa Selina ucapkan dalam hati ketika akhirnya siang itu Adam mempertemukan dirinya dengan calon istrinya tersebut. Rambutnya coklat menyentuh bahu, kulit kuning langsat, wajah bulat telur tanpa noda, hidung mungil yang sedikit mencuat pada ujungnya, dan mata sedikit sipit berbentuk bulan sabit saat ia tersenyum. Sebuah penampilan oriental yang cukup menarik perhatian. Belum lagi ukuran tubuhnya yang mungil membuat Tiara terlihat sangat “adorable”.

Sewaktu Adam memperkenalkan mereka berdua, jelas sekali terlihat Tiara sangat bersemangat dengan pertemuan tersebut. Mata bulan sabitnya tampak berbinar-binar (bisa juga ini karena ia bertemu dengan Adam) dan saat Selina mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, Tiara membalasnya dengan memberikan pelukan hangat pada Selina. “Ah, akhirnya kita bisa bertemu, Selina,” ucapnya kemudian.

Mendengar ucapan yang keluar dari bibir Tiara tersebut, rasa khawatir tiba-tiba menyergap Selina. Adam sepertinya sudah bercerita banyak tentang dirinya pada Tiara. Yah, meski mungkin Adam menceritakan dirinya sebagai sosok sahabat dekat, bisa jadi kan Tiara membaca rasa suka yang ia simpan pada Adam? Bukankah katanya perempuan bisa membaca isi hati perempuan lain? Dan siapa tahu sikap ramah yang saat ini diperlihatkan Tiara hanya sekadar basa-basi? Ah, Selina langsung dibuat gugup dengan pikirannya sendiri.
Baca lebih lanjut