[Draft] Orang Ketiga

“KAMU INI PEREMPUAN APA?!! SUDAH TAHU SUAMI ORANG MASIH DIGODA JUGA. DASAR NGGAK PUNYA HARGA DIRI!!!”

Lengkingan suara tersebut menggema ke seluruh ruangan tempatku berada. Pemiliknya adalah seorang wanita muda berusia pertengahan tiga puluhan. Tingginya kurang lebih seratus lima puluh lima sentimeter, mengenakan blus lengan panjang dipadukan dengan celana pensil. Wajahnya yang ayu kini tampak memerah karena karena marah.

Di hadapan wanita itu, berdiri seorang wanita lain yang tak kalah cantiknya. Dia adalah Era, salah satu rekan kerjaku di kantor ini. Rambutnya agak berantakan dan pipinya sedikit memerah sebagai akibat dari sebuah tamparan yang baru saja mendarat di pipi kirinya. Namun itu semua mungkin tak sebanding dengan rasa malu yang kini ditanggung Era.

“Saya ingatkan sama kamu, ya. Jangan sekali-kali menghubungi suami saya lagi. Kamu tidak mau kan reputasi kamu yang bagus itu berantakan karena kelakuan busukmu itu?!” Wanita itu berkata lagi. Kali ini sambil menudingkan telunjuknya ke arah Era  yang hanya bisa terdiam.

Usai memuntahkan segala kemarahannya tersebut, wanita itu pun berlalu tanpa berkata apa-apa lagi. Meninggalkan Era dengan segunung perasaan malu, dan tentunya belasan karyawan yang menatapnya dengan tatapan shock.

Beberapa menit sebelum insiden ini terjadi, Era baru saja selesai merayakan keberhasilan proyek yang dipegangnya. Setelah hampir tiga tahun berkutat sebagai asisten supervisi, gadis cantik itu akhirnya mendapat kesempatan untuk meng-handle proyeknya sendiri, dan sukses. Untuk merayakan keberhasilannya tersebut, pagi-pagi sekali Era sudah tiba di kantor, dengan membawa sekotak besar brownies dan membagi-bagikannya pada kami semua.

Baca lebih lanjut