Akhir tahun 2013 lalu, saya bersama adik membeli sebuah televisi layar datar berukuran 32 inch. Ada beberapa pilihan kala itu, namun pada akhirnya kami memilih tv layar datar keluaran Jepang yang namanya sudah cukup mendunia. Harapan kami, televisi yang dibeli kala itu bisa awet hingga beberapa tahun ke depan.
Jelang satu tahun penggunaan televisi, adik laki-laki saya melapor, “A, itu tipinya layarnya bergaris-garis. Saya pun menyalakan televisi. Benar kata adik saya. Ada semacam garis-garis yang menutupi bagian atas layar televisi. Mulanya kami mendiamkan saja garis t Mulanya garis hitam tersebut hanya ada pada bagian atas. Namun lama kelamaan garis hitam itu semakin membesar hingga akhirnya seluruh layar televisi. Mau tak mau kami harus membawa televisi ke service center. Itu adalah kali kedua kami membawa televisi itu ke service center setelah sebelumnya secara tiba-tiba suaranya menghilang.
Begitu tiba di service center, pihak teknisi langsung melakukan pemeriksaan pada televisi. Mereka menyalakan televisi, dan seperti yang terjadi saat berada di rumah, garis-garis hitam mendominasi layar televisi tersebut.
“Mbak ini tivinya pernah dikencingin kucing, ya?” tanya teknisi tersebut setelah memeriksa televisi kami.
“Kayaknya nggak pernah,” jawab saya kemudian.
“Ini layarnya berkarat, Mbak. Kayaknya bekas dikencingin binatang begitu,” kata teknisi itu lagi sambil menunjukkan semacam bercak yang menempel di televisi saya. Memang kalau dilihat sekilas, layar dari televisi tersebut cukup kotor. Sewaktu awal-awal pemakaian, saya pernah membersihkan layar tersebut dengan cairan pembersih kaca yang sering kita lihat dalam iklan. Entah noda itu berasal dari cairan pembersih atau memang ada kucing yang pernah mengencinginya, saya tak bisa memastikannya.
“Sebenarnya kalau kasusnya begini, garansinya sudah hilang. Tapi akan kami usahakan dulu. Semoga masih bisa diperbaiki,” kata teknisi kemudian. Saya pun mengisi formulir yang diberikan dan meninggalkan televisi di service center.
Setelah beberapa waktu, saya mendapat telepon dari pihak service center yang mengabarkan kalau televisi sudah bisa dibawa pulang. Dengan ditemani seorang teman, saya mengambil televisi. Saat dicoba di tempat service, terlihat layar televisi memang sudah lebih bersih dari sewaktu diantar. Gambar yang muncul juga tak bergaris. Dengan hati senang saya pun membawa pulang televisi tersebut.
Sayangnya, begitu dicoba di rumah, penyakit awal televisi kambuh lagi. Bahkan kali ini bayang-bayang pada gambar yang ada ditampilkan. Puncaknya adalah ketika separuh layar televisi tertutupi warna hitam. Mau tak mau akhirnya televisi tersebut saya bawa kembali ke service center.
“Kalau ditukar tambah bisa, nggak?” tanya saya ketika kembali berada di service center. Setelah mendapati kondisi televisi yang tidak bisa kembali normal, saya berniat untuk mengganti televisi tersebut.
“Bisa sih, Mbak. Tapi televisi lamanya mungkin cuma dihargai lima ratus ribu,” jawab customer service yang melayani kami hari itu.
Saya berdiskusi sebentar dengan ibu yang kebetulan menemani mengantar televisi hari itu. Akhirnya disepakati kalau misalnya televisinya benar-benar tidak bisa diperbaiki normal, saya akan melakukan tukar tambah dengan pihak service center.
Setelah satu bulan lebih menunggu, sebuah kabar (lumayan) baik datang. Pihak distributor bersedia mengganti televisi saya yang rusak dengan televisi baru berspek sama. Namun sebagai konpensasi, saya harus membayar biaya 700 ribu rupiah. Jika dibandingkan dengan tukar tambah yang ditawarkan sebelumnya, jelas tawaran ini lebih baik. Tanpa pikir panjang, saya menyetujui usulan yang diberikan tersebut.
Televisi yang baru pun tiba. Saat mengambil televisi tersebut di service center, sebuah cerita terkuak. Ternyata, selain saya ada beberapa konsumen lain yang juga sedang menunggu televisi pengganti. Kasusnya bisa dibilang sama seperti saya. Mengetahui hal tersebut, sebuah pertanyaan muncul di benak saya, apakah ini menandakan kalau produk televisinya yang saya beli tersebut memang bermasalah? Meski begitu, saya sudah cukup puas dengan adanya penggantian dari pihak distributor ini. Setidaknya saat ini di rumah sudah bisa menikmati kembali tontonan di televisi layar datar. Semoga saja kerusakan yang sama tidak terulang kembali.
padahal merk nya bagus ya mba?
yup. merk ternama. mungkin produk yang itu memang termasuk yang gagal. heu
dalam pengendalian quality tiap rantai produksi ada yg namanya sigma, one sigma s/d six sigma, kalau perusahaan bagus biasanya udah six sigma atau dalam 100,000 produk yg barang cacat dibawah 4, nah mungkin kalian jadi yg apes.. atau mungkin belum six sigma? hhaha
hahaha. padahal ini perusahaan besar loh š
perusahaan besar juga masih bisa bikin baranng reject
TV LCD memang ngak tahan lama dan umurnya hitungan jam gitu ngak tau benar atau tidak tp memang ada TV kawan jg mati dngan kasus yg sama.
makin canggih kayaknya makin rentan yak
waduh sayang banget ya š¦
Iya sayang banget, mbak. Tapi alhamdulillah sudah diganti tivinya š
Toshiba kah ka? Hehehe… Soalna tv toshiba ulun ky itu. Layar datar jua. Asalnya garisnya di tengah dikit. Habis tuh separo tivi. Karena tv lawas, ulun bawa pas pindah k kaltim, jd barelaan ae nah. Kd dibawa k service jua baluman š
Lain, yan. Sony. Dasar pina cerewet tipi layar datar nih. Haha
waktu saya awal kerja, gajinya saya beliin TV layar datar tapi masih ada kondenya di belakang. udah sepuluh tahun lebih belum pernah dibawa ke tempat service. tapi sekarang gambarnya udah kurang jernih.
rencananya saya juga pengen beli TV layar datar buat rumah sendiri, emangnya merek jepang cuma satu doank yah?
Banyak kok tivi merk jepang. Cuma saya milih yang itu krn merk itu terkenal bagus
TV layar datar kalau rusak jual/buang. Harga layarnya paling mahal daripada komponen lain, dan biasanya kerusakan 1 pixel bisa menyebar ke tempat lain
Oo gitu ya ternyata. Untung kmrn nggak harus beli yg baru lagi
Teteh termasuk yg fanatik sama merk itu hehee
Jd semua barang elektronik ya merknya itu, dan alhamdulillah ngga pernah dikecewakan š
Coba cari info dulu ttg seri/model TV yg mau dibeli, biasanya suka ada info tertentu.
Itu bukan Plasma khan..?
TV teteh usianya sudah 5 thn masih anteng, dan mudah2an tetep anteng.
kemarin belinya emang nggak pakai lihat spek, teh. beli merk itu ya karena terkenal bagus. mungkin memang kena produk gagal. heuheu. kurang tahu juga itu tv-nya plasma atau bukan.
moga yang gantinya ini nggak begitu lagi
Kayaknya utk aku sendiri, aku gak perlu punya tv, tp klo mamaku, tv rusak dikit pasti pengen cepet dibetulin atau beli baru..
aku sendiri juga termasuk jarang nonton tivi. sebagai kebutuhan keluarga aja kayaknya. hehe