[Cerpen] Bukan Cinderella 2

Pernikahan Pangeran Erick akan diselenggarakan malam ini. Sejak beberapa minggu sebelumnya pihak kerajaan sibuk mempersiapkan pernikahan akbar ini. Tiap-tiap ruangan di istana dibersihkan dan diberi dekorasi baru. Jalan-jalan yang rusak di kerajaan juga sudah diperbaiki. Undangan pun telah disebar tak hanya ke seluruh kerajaan, juga ke negara tetangga.

Rakyat juga tak mau kalah dalam memeriahkan pesta ini. Beberapa rumah tanpa malu-malu memajang spanduk ucapan selamat kepada Pangeran dan calon istrinya. Beberapa toko juga menyiapkan aneka macam suvenir yang berhubungan dengan pernikahan.

Yang tak kalah heboh tentunya berita tentang asal-usul calon pengantin wanita yang berasal dari kalangan biasa, bahkan kalau boleh dibilang menengah ke bawah. Orang-orang bertanya-tanya, siapa gerangan Ellis Adriana, sosok yang akan menjadi pendamping putra mahkota? Bagaimana caranya seorang gadis yang bekerja di toko sepatu bisa mendapatkan hati pewaris tahta kerajaan? Apakah tidak ada putri bangsawan yang berkualitas sehingga pangeran sampai harus memilih gadis biasa? Lalu bagaimana tanggapan Raja dan Permaisuri dengan pilihan putra tunggal mereka?

Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, para pencari berita melakukan tugasnya dengan cukup baik. Mereka menghubungi orang-orang terdekat Ellis dan menanyai mereka. Mulai dari bibinya, Marla, nyonya Bertha, hingga gadis yang meminjamkan gaun pesta untuk Ellis. Hal ini tentu saja berimbas cukup besar pada orang-orang yang ditanyai tersebut. Nyonya Bertha, misalnya. Sejak dirinya diwawancarai seputar pekerjaan Ellis, tokonya mendadak kebanjiran pengunjung, terutama oleh para wanita muda. Ini tentunya memberikan berkah tersendiri bagi penghasilan toko tersebut.

Baca lebih lanjut

It’s Okay It’s Love

 

“Kekasihmu menderita skizofrenia,” begitu kata seniorku saat aku tiba di klinik pribadinya. Selain dirinya, hadir juga seorang wanita lain yang merupakan rekan kerjaku di rumah sakit.

Aku terdiam. Berusaha mencerna kalimat yang baru diterima telingaku. Beberapa menit yang lalu, aku baru saja pulang dari kencanku bersama kekasihku. Telepon dari kedua orang inilah yang akhirnya membawaku ke tempat ini. “Ada hal penting yang ingin kukatakan,” begitu katanya dalam telepon.

“Apa gejala aktifnya,” kataku setelah berdehem, membersihkan kerongkonganku.

“Lihatlah video yang ada di laptopku. Kau akan mengerti.”

Aku berjalan menuju meja yang terletak di salah satu sudut ruangan. Laptop itu menyala dengan sebuah video yang masih belum diputar. Kutekan tombol play yang ada di monitor. Pelan tapi pasti adegan itu pun mulai hadir di hadapanku.

Baca lebih lanjut

Titik Bertahan

Na Ae Ra menikah dengan Cha Jeong U dengan harapan bisa mendapat kesejahteraan dalam hidupnya. Pemuda itu awalnya adalah salah satu pelanggan di restoran sup milik ibunya. Wajahnya sebenarnya tampan, namun karena gaya rambutnya yang aneh membuatnya terlihat culun. Selain itu, otak encernya merupakan jaminan akan masa depan yang cerah bagi Ae Ra.

Sayangnya setelah beberapa waktu mereka menikah, Jeong U mengambil sebuah keputusan mengejutkan. Dia memutuskan berhenti menjadi pegawai pemerintahan dan memulai bisnisnya sendiri yang berbasis IT. Tentu saja hal ini membuat Ae Ra kecewa. Namun sebagai istri sudah menjadi kewajibannya untuk mendampingi suaminya.

Tahun demi tahun berlalu. Namun tidak ada perkembangan berarti dari usaha yang dirintis Jeong U. Dia selalu gagal mendapatkan investor. Dan sebagai akibatnya, keduanya hidup serba kekurangan. Ae Ra bahkan harus bekerja super keras hanya untuk membiayai kehidupan mereka. Siapa sangka, mimpinya untuk bisa hidup bahagia bersama Jeong U berubah menjadi neraka seperti ini? Mimpi suaminya pelan tapi pasti menghancurkan pernikahan mereka.

Pada akhirnya, Ae Ra pun tak tahan. Ia mengajukan gugatan cerai setelah empat tahun bertahan. Jeong U tentu saja bersikeras untuk mempertahankan pernikahan mereka. “Apakah kau sudah lupa dengan janji pernikahan kita? Bukankah kita berjanji untuk melewati suka dan duka bersama” tanya Jeong U pada Ae Ra.

Mendengar jawaban tersebut, Ae Ra pun berkata, “Bagiku pernikahan berarti kau yang menafkahiku. Bukan aku yang harus menafkahimu. Mulai sekarang penderitaanmu kau tanggung sendiri. Aku tidak mau ikut menderita denganmu.”

Dan begitulah, pernikahan pasangan ini pun kandas.

Tiga tahun berlalu. Ae Ra menjalani kehidupannya sebagai janda dengan penghasilan pas-pasan. Sebaliknya, di luar dugaan, Jeong U sukses luar biasa. Ia berhasil membangun usaha di bidang sosial media dan bahkan menjadi CEO dari perusahaan tersebut. Pada media yang mewawancarainya, secara tersirat ia berkata bahwa mantan istrinyalah yang membuatnya bisa seperti sekarang. Ya, derita karena ditinggalkan Ae Ra membuat Jeong U semakin keras dan akhirnya berhasil.

Ae Ra tentu saja tidak terima melihat kenyataan kalau Jeong U telah sukses dalam hidupnya. Apalagi dia tahu pasti kalau konsep layanan SMS gratis yang didirikan Jeong U berasal dari dirinya yang dulu harus susah payah bekerja untuk membiayai kehidupan mereka. Ae Ra pun memasukkan lamaran pekerjaan di perusahaan Jeong U, dan tanpa disangka Jeong U bersedia menerimanya. Keduanya mulai sering berinteraksi. Dan meski mulanya saling membenci karena sama-sama merasa tersakiti, namun tetap saja ikatan yang dulu pernah ada tak bisa hilang begitu saja.

***

Begitulah kira-kira sinopsis dari drama Korea berjudul Cunning Single Lady yang sedang saya tonton saat ini. Drama tentang pasangan bercerai yang dipertemukan kembali ini sangat menarik untuk ditonton. Bukan hanya karena ceritanya yang berbalut komedi, namun juga memberikan saya pandangan baru tentang pernikahan. Tentang sampai di titik mana kita bisa bertahan dengan pasangan kita.

Jika dilihat sekilas, mungkin kita akan mengambil kesimpulan kalau Ae Ra adalah sosok istri yang tidak bisa diajak susah. Dia meninggalkan Cha Jeong U di saat sang suami bekerja keras untuk menggapai mimpinya. Namun kemudian, ketika saya melihat bagaimana Ae Ra bekerja begitu keras agar dapurnya tetap menyala, sementara sang suami selalu gagal, mau tak mau saya turut bersimpati padanya.

Di sinilah saya berusaha melihat pasangan mantan ini dengan lebih objektif. Ae Ra menggantungkan mimpinya pada Jeong U dan ia mendapati Jeong U menghancurkan mimpinya. Sedangkan Jeong U berharap Ae Ra akan terus mendukungnya dalam keadaan apapun, namun kemudian ia mendapati Ae Ra tak setangguh yang dikatakannya. Singkat kata, keduanya sama-sama menderita dan tersakiti. Siapa yang bisa disalahkan dalam keadaan seperti ini? Saya pun tak tahu.

Sembari menyelesaikan drama ini, mendadak saya teringat pada bang Asrul dalam seri Para Pencari Tuhan. Seperti yang kita tahu, bang Asrul dalam PPT dulunya hidup dalam kemiskinan yang luar biasa. Saya lupa mendengar atau membaca dialog ini di mana, namun ketika bang Asrul bertanya pada sang istri, kenapa masih bertahan dengannya, dengan bijak sang istri menjawab, “Jika bukan karena Allah, sudah dari dulu saya tinggalkan Abang.”

Cinta yang Menyakitkan

Saya baru saja selesai menonton Good Doctor, sebuah drama Korea yang bercerita tentang seorang dunia kedokteran. Adalah Park Shi On, seorang dokter dengan Savant syndrom yang menjalani masa residennya di sebuah rumah sakit di Korea. Meski terbilang jenius, kondisinya yang berbeda dari orang kebanyakan membuat Park Shi On mengalami sedikit kesulitan dalam menjalankan pekerjaanya. Dia kekanak-kanakan dan kadang bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu. Situasi ini membuat keberadaan Park Shi On sulit diterima. Beruntung Park Shi On memiliki senior sebaik Dr. Cha Yeon Seo yang selalu memperlakukannya dengan baik.

Meski dalam drama ini cerita terpusat pada Park Shi On dan upayanya membuktikan dirinya pantas menjadi seorang dokter, namun ada hal lain yang membuat saya sangat penasaran dengan drama ini. Hal itu adalah hubungan antara Dr. Cha Yeon Seo dengan seniornya Dr. Kim Do Han. Dalam drama tersebut digambarkan kalau sejak awal masa residennya Dr. Cha sudah menyukai Dr. Kim dan bahkan nyaris mengungkapkan perasaannya. Namun karena kemudian Dr. Kim berpacaran dengan putri pemilik rumah sakit, Dr. Cha akhirnya memilih untuk melupakan perasaannya. Sebuah hal yang pastinya tak mudah mengingat mereka berada dalam departemen yang sama.

Baca lebih lanjut

Study Tour SMA dan Kenangan tentang Cinta

Tahun 2002, akhir caturwulan ketiga di penghujung masa SMA, saya mengikuti study tour yang diprakarsai oleh beberapa teman di kelas 3.  Mengambil lokasi di di Kalimantan Timur, selama 3 hari 4 malam, saya dan teman-teman yang lain berkesempatan mengunjungi beberapa tempat di provinsi tetangga tersebut. Tenggarong, Bontang dan Balikpapan adalah tiga kota yang sempat kami datangi, selain tentunya Samarinda yang menjadi tempat menginap.

Sedikit cerita tentang proses study tour ini. Sebelum akhirnya memilih kota Samarinda sebagai tujuan, sempat terjadi perdebatan yang alot seputar kota yang ingin dikunjungi. Di saat jurusan IPS sudah pasti dengan kota Balikpapan-nya, para petinggi jurusan IPA malah sibuk berdebat apakah Surabaya atau Samarinda yang ingin dikunjungi.  Saat itu, iuran yang dianggarkan untuk masing-masing siswa adalah dua ratus ribu rupiah. Jika dipikir-pikir, dengan uang sebesar itu di masa itu, tawaran untuk ke Surabaya jelas terdengar lebih menggiurkan.

Karena tak kunjung mendapat kata sepakat, voting pun dilangsungkan. Kami semua dikumpulkan di salah satu ruangan kelas 3. Sebelum voting dilakukan, masing-masing pemberi ide memaparkan rencana perjalanan mereka. Setelah selesai, kami semua kemudian diminta menuliskan kota yang ingin kami kunjungi. Dan akhirnya, setelah dilakukan perhitungan, kota Samarinda akhirnya menjadi pemenang.

Baca lebih lanjut