[Kuliah] Kartu yang menguntungkan



Ketika masih kuliah beberapa tahun lalu, saya memiliki sebuah kartu yang kalau boleh dibilang merupakan kartu paling menguntungkan dalam sejarah per-handphone-an saya hingga hari ini. Mengapa bisa begitu? Karena dengan kartu itu, saya bisa merasakan gratis sms selama setahun penuh, ke provider manapun, bahkan ke luar negeri. Bagaimana bisa begitu? Saya sendiri pun tak tahu.

Sebenarnya waktu itu saya sudah mengganti kartu lama saya tersebut. Bahkan bisa dibilang kartu tersebut sudah habis masa berlakunya dan tidak bisa diaktifkan kembali. Namun entah bagaimana kartu itu masih saya simpan dengan baik di dompet saya selama beberapa waktu. Suatu hari, seorang teman kuliah mampir ke kos. Kami ngobrol ngalor-ngidul, hingga akhirnya tiba ke percakapan berikut:

Baca lebih lanjut

Belajar bahasa Arab = ingin jadi TKW?

 

Sewaktu saya mengungkapkan niatan saya untuk belajar bahasa Arab, saya mendapat sebuah komentar menarik. Mula-mula ibu saya yang mengatakannya. Waktu itu saya hanya tertawa mendengarnya. Namun lucunya ketika saya menyampaikan hal yang sama kepada sahabat saya, dia juga memberikan komentar yang sama.

“Kamu mau jadi TKW, ya?”

Ketika pertama kali ibu saya menanyakan pertanyaan di atas? Saya bisa maklum. Namun jujur ketika sahabat saya juga ternyata memberikan komentar yang sama, saya jadi bingung sendiri. Sejak kapan belajar bahasa Arab dikaitkan dengan keinginan menjadi TKW?
Baca lebih lanjut

kawin vs nikah

Kemarin sore, saya melakukan registrasi e-KTP. Sebenarnya bukan hal disengaja juga, sih. Kebetulan saya ada sedikit urusan dengan Pak Camat, dan ternyata di kantornya sedang melakukan registrasi e-KTP. Sebenarnya untuk bisa melakukan registrasi tersebut saya harus membawa undangan dari kecamatan. Namun mungkin karena Pak Camat lagi baik hati, maka saya diberi “jalur khusus”.

Sampai tempat registrasi, saya pun disuruh berfoto. Sambil mengisi data, petugas menanyakan beberapa data. Mulai dari golongan darah, RT, pekerjaan dan status. Ketika sampai pada pertanyaan status, maka saya pun menjawab “belum menikah”, yang kemudian langsung dikoreksi petugas dengan menyebutkan “belum kawin.”

Sampai di sini saya baru tersadar bahwa alih-alih menggunakan kata “menikah”, pemerintah lebih memilih kata “kawin” untuk status pernikahan di KTP”. Kalau dilihat sekilas, hal ini bukanlah hal yang besar. Saya pun sampai beberapa tahun yang lalu tak pernah mempermasalahkan pemilihan kata tersebut. Namun setelah terlibat dalam percakapan dengan teman-teman kuliah (yang cukup kritis), saya pun jadi tahu kalau antara kawin dan menikah itu adalah dua hal yang berbeda.

Baca lebih lanjut