Hari itu, beberapa hari jelang Lebaran, saya berangkat dari rumah menuju kantor ayah saya untuk mengambil uang tunjangan PNS sekalian tabungan koperasi beliau. Rencana saya hari itu, setelah dari kantor ayah, saya akan langsung menuju bank untuk mengecek besaran transfer dari majalah Femina untuk cerpen saya yang baru dimuat.
Namun rupanya, untuk rencana kedua harus saya batalkan hari itu. Apa pasal? Ketika saya sedang berbincang dengan salah satu rekan kantor ayah, handphone di tas saya berdering, dari rumah.
“Kenapa, Fi?” tanya saya pada adik yang ada di ujung telepon.
“Tadi ada telpon dari kantor Abah. Katanya disuruh ambil paket. Trus ada telpon dari Telkom juga,” jawab Kahfi, adik bungsu saya. Kantor yang dia maksud adalah Balai tempat ayah saya ngantor, sementara yang saya datangi sekarang adalah Dinas-nya. Setelah menerima telepon tersebut, saya pun langsung kembali ke rumah.
Sesampai rumah, saya langsung menemui adik yang sedang sibuk bermain game online.
“Sapa tadi yang nelpon?” tanya saya lagi.
“Telkom. Katanya kita menang undian. Disuruh telpon balik.”
Mendengar jawaban adik saya tersebut, bergegaslah saya menuju meja telepon. Di sana terdapat sebuah kertas dengan sebuah nomor tertulis di atasnya, lengkap dengan nama. Nomor Jakarta, bisa mahal nih bayarnya, kata saya dalam hati.
Meski begitu saya putuskan untuk menghubungi nomor tersebut. Seorang operator mengangkat telepon dari saya. Begitu saya sebutkan nama yang tertera di atas kertas, dia langsung menjawab, “Oh, itu kan nama direktur kami. Tunggu sebentar saya hubungkan ya, Mba.”
Beberapa menit kemudian sebuah suara terdengar di ujung telepon. Mengaku sebagai direktur dari Telkom, orang itu kemudian menanyakan identitas saya. Dia bahkan meminta saya memanggil ayah saya untuk memastikan bahwa orang yang dimaksud benar adanya.
“Jadi begini, bu Antung. Tadi malam kami pihak Telkom sudah mengadakan undian bersama dengan Tra*ns TV. Dan nomor anda terpilih sebagai pelanggan terbaik untuk regional Kalimantan,” begitu bapak itu memulai penjelasannya.
Saya hanya menganggukkan kepala mendengar penjelasan awalnya.
“Jadi untuk itu, kami akan memberikan hadiah berupa sebuah Kijang Innova yang akan kami kirimkan hari ini juga ke rumah anda,” bapak itu melanjutkan.
Saya terdiam. Berusaha mencerna perkataan si Bapak Direktur.
“Beneran ini, Pak?” kata saya kemudian setengah tidak percaya.
“Iya, benar, ibu.”
Jujur saat itu saya sempat sangat percaya pada ucapan bapak itu. Sebuah Kijang Innova, di hari lebaran. Ah, sungguh rasanya itu adalah rezeki yang luar biasa. Namun kemudian bapak itu berkata lagi.
“Mobilnya akan kami kirim langsung hari ini, bu. Semua biaya pajak ditanggung oleh pihak kami. Namun untuk urusan administrasi-nya kami mohon kesediaan ibu untuk melunasinya sekarang.”
“Administrasi?” tanya saya dengan bingung.
“Iya, untuk mengurus STNK.”
“Ooo..kalau begitu saya bayarnya nanti saja gimana?”
“Wah, nggak bisa, ibu. Hadiahnya itu mau kami kirim hari ini juga ke rumah ibu. Jadi sebaiknya ibu melunasinya sekarang.”
Saat itu saya masih percaya dengan ucapan si Bapak.
“Baiklah. Berapa yang harus saya transfer?”
Si Bapak kemudian menyebutkan nominal yang harus saya bayar berikut nomor rekening yang dituju.
“Berapa lama ibu bisa menyelesaikan transaksinya?” tanya bapak itu setelah saya menyanggupi untuk membayar.
“Satu jam.”
“Baiklah. Kalau sudah transfer hubungi saya lagi ya, bu. Oya, ini teleponnya jangan ditutup, ya. Kami mau merekam kondisi rumah ibu. Dan ibu jangan khawatir, karena nomor telepon ibu sudah dibebaskan dari pulsa khusus untuk hari ini.”
Sepanjang perjalanan menuju bank, saya memikirkan kembali ucapan-ucapan dari Bapak Direktur Telkom itu. Di tas saya sudah ada uang 3 juta, jumlah uang yang harus saya bayarkan untuk ongkos administrasi mobil yang akan dikirim. Di awal-awal memang terdengar meyakinkan. Namun ketika mengingat bagaimana semakin ke belakang omongan bapak itu makin ngawur, otak waras saya pun kembali bekerja.
Bayangkan, si Bapak berkata pada saya begini.
“Oya, bu. Kalau bisa ibu jangan bilang dulu kepada para tetangga. Karena ini rencananya mau kami liput langsung. Semacam acara Uang Kaget itu. Ibu pernah nonton, kan?” Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Dan mobil katanya akan datang sore itu juga, berikut kru dari stasiun TV?
Lalu si bapak melanjutkan kalimatnya.
“Dan ibu juga mendapat penghargaan langsung dari bapak Menkominfo. Semacam cek begitu, bu. Langsung dari Menkominfo!”
Dalam hati saya berpikir, nggak mungkin banget Menkominfo datang ke rumah trus ujuk-ujuk ngacih cek.
Akhirnya saya pun berubah pikiran. Motor saya arahkan menuju kantor Telkom terdekat. Begitu masuk, langsung saya tanyakan pada CS yang bertugas, seputar adanya undian dari Telkom tadi malam.
“Kami tidak ada mengadakan undian apapun. Kalaupun ada, pasti yang akan menghubungi adalah pihak kami, bukan dari pusat,” begitu penjelasan dari CS tersebut. Saya pun menganggukkan kepala sambil bersyukur dalam-dalam karena tidak terburu-buru mengirimkan uang tersebut.
Setelah selesai semua urusan di Telkom, saya pun pulang. Dering telepon sudah menyambut ketika saya memasuki rumah. Rupanya ayah sudah menutup telepon yang sebelumnya diinstruksikan untuk tidak ditutup.
“Halo?”
“Ibu Antung, ini saya Bapak Drs. bla bla bla,” kata si Bapak Direktur membuka pembicaraan.
“Iya, ada apa, Pak?” tanya saya dengan nada dingin.
“Uang yang saya sebutkan tadi, apakah sudah dikirim?” tanya si Bapak Direktur
“Saya tidak jadi mengirimnya, Pak,” jawab saya lagi.
“Kenapa?”
“Karena setelah saya tanyakan ke pihak Telkom, ternyata tidak pernah ada undian tadi malam,”
“Ooo..berarti anda ini pela*ur, ya? Di mana anda sekarang?”
Terkaget-kaget saya mendengar jawaban si Bapak di ujung telepon. Jujur ini sungguh di luar dugaan. Awalnya saya mengira setelah mendengar jawaban saya si Bapak akan malu dan langsung memutuskan sambungan. Namun nyatanya yang keluar dari mulutnya malah sebuah penghinaan untuk saya. Bahkan nada ramah yang ada dalam suaranya sebelumnya pun turut menghilang bersama kalimat yang diucapkannya barusan.
“Maaf, apa kata anda tadi?” tanya saya untuk memastikan bahwa telinga saya tidak salah dengar.
“Iya. Anda ini pela*ur, kan?”
Tanpa pikir panjang lagi langsung saya kembalikan telepon di tangan saya ke tempatnya. Dalam hati saya hanya bisa mengumpat. “Sialan!!! Sialan!!! Sialan!!!”
NB : Gambar pinjam dari sini.
iiihhh ngeriii engga malu malah maki-maki ya mbak
duh, alhamdulillah masih selamt dari penipuan
Iya alhamdulillah, mba indri. Klo nggak bisa nangis bombay saya di hari raya 😀
oh maaaaaaay mbaaak.. kalau saya diposisi,mbak.. saya maki2 si bapak
cnth..
bpk : anda ini pela*ur-kan?
saya : masalah di bapak? maaf saya tidak punya waktu meladeni penipu!!
*bantingtilpun*
Masalahnya aku shock duluan, raya. Jdnya cuma bisa tutup tilpun 😀
ya jg siih,mbak..
tp laen kali mbak kudu ati2..
kalo dgituin lagi langsung peraaaaaaaaaaaaaaaaang 😀
hadeh…. maolah emosi ja ka lah. Garigitan ulun mdengarnya.
Sama ka ae ulun pernah jua dapat telpon dapat hadiah bla bla bla… trus jar ulun “Penipuan nih!”.. eh orangnya marah2 jua. Wahini bila ada nelpon2 ky itu langsung tutup ja sudah. Bikin esmosi… 🙂
Heeh yan. Kurang ajar banar tu bapaknya
siyaaappp!! 🙂
yah, si mbak masih diladenin…gak usah percaya deh hari gini…kalau temen saya lucu malah dikerjain itu orang. ..alhamdulillah selamat
hihi..maklum, mas. sempat tergoda sama innova-nya :))
gemes sm kelakuan penıpu jaman skrg..ada yg manfaatın jg dgn tragedı kecelakaan lah..ketangkap narkoba lah..*saya dulu cm vıa sms gıtu..dan saya bls pake kata2 yg lebıh serem lg..:D..kalo ada telpon ttg hadıah2 gıtu mendıng jgn kemakan dulu..kudu kroscek..bagus kepıkıran ke kantor telkomnya jadı msh selamat..alhamdulılah..tapı gemes jg..ıtu sampe ngomong kasar gıtu pengen nyubıt make palu ke mulutnya:)
klo sms sih biasanya kucuekin aja. itu kayaknya jawaban standar penipu itu kalo misalnya ketahuan. yang nyebelin itu aku udah bela-belain nelpon dia 😦
Sekompleks gw ada yang ketipu seperti itu. Tau ga, yg dia transfer (ceritanya) sdh lebih 20juta dalam berapa kali tahap. Jadi dia mintanya ga sekali. Hari ini uang administrasi, besok uang pengiriman, besoknya lagi uang untuk publikasi media dsb.
Penipuan model begini mmg sedang marak dan perlu diwaspadai. Soalnya modusnya selalu berubah-ubah.
astagaaa…sampe sebanyak itu??
eh kemarin gw dapat telpon model gitu lagi coba. kali ini bilang adik gw masuk rumah sakit, sekarat, dan harus nebus alat seharga 7,5 juta. gila ya para penipu itu? main-main sama nyawa orang
Kalo yg kek gini kakak gw ngalamin sendiri. Untungnya si anak sudah dibekali hape jadi bisa dihubungi. Oia, kakak gw yg lain pernah di telpon juga dimintai duit karena katanya suaminya ada di kantor polisi. Modusnya skrg macam2
haduuuu..ga sopan banget
lagian ga mungkin direktur yg telpon langsung..pasti nyuruh anakbuahnya
iya, bener. sekarang kayaknya lagi jadi trend di kotaku. dua hari berturut-turut dapat telepon penipun 😀