Na Ae Ra menikah dengan Cha Jeong U dengan harapan bisa mendapat kesejahteraan dalam hidupnya. Pemuda itu awalnya adalah salah satu pelanggan di restoran sup milik ibunya. Wajahnya sebenarnya tampan, namun karena gaya rambutnya yang aneh membuatnya terlihat culun. Selain itu, otak encernya merupakan jaminan akan masa depan yang cerah bagi Ae Ra.
Sayangnya setelah beberapa waktu mereka menikah, Jeong U mengambil sebuah keputusan mengejutkan. Dia memutuskan berhenti menjadi pegawai pemerintahan dan memulai bisnisnya sendiri yang berbasis IT. Tentu saja hal ini membuat Ae Ra kecewa. Namun sebagai istri sudah menjadi kewajibannya untuk mendampingi suaminya.
Tahun demi tahun berlalu. Namun tidak ada perkembangan berarti dari usaha yang dirintis Jeong U. Dia selalu gagal mendapatkan investor. Dan sebagai akibatnya, keduanya hidup serba kekurangan. Ae Ra bahkan harus bekerja super keras hanya untuk membiayai kehidupan mereka. Siapa sangka, mimpinya untuk bisa hidup bahagia bersama Jeong U berubah menjadi neraka seperti ini? Mimpi suaminya pelan tapi pasti menghancurkan pernikahan mereka.
Pada akhirnya, Ae Ra pun tak tahan. Ia mengajukan gugatan cerai setelah empat tahun bertahan. Jeong U tentu saja bersikeras untuk mempertahankan pernikahan mereka. “Apakah kau sudah lupa dengan janji pernikahan kita? Bukankah kita berjanji untuk melewati suka dan duka bersama” tanya Jeong U pada Ae Ra.
Mendengar jawaban tersebut, Ae Ra pun berkata, “Bagiku pernikahan berarti kau yang menafkahiku. Bukan aku yang harus menafkahimu. Mulai sekarang penderitaanmu kau tanggung sendiri. Aku tidak mau ikut menderita denganmu.”
Dan begitulah, pernikahan pasangan ini pun kandas.
Tiga tahun berlalu. Ae Ra menjalani kehidupannya sebagai janda dengan penghasilan pas-pasan. Sebaliknya, di luar dugaan, Jeong U sukses luar biasa. Ia berhasil membangun usaha di bidang sosial media dan bahkan menjadi CEO dari perusahaan tersebut. Pada media yang mewawancarainya, secara tersirat ia berkata bahwa mantan istrinyalah yang membuatnya bisa seperti sekarang. Ya, derita karena ditinggalkan Ae Ra membuat Jeong U semakin keras dan akhirnya berhasil.
Ae Ra tentu saja tidak terima melihat kenyataan kalau Jeong U telah sukses dalam hidupnya. Apalagi dia tahu pasti kalau konsep layanan SMS gratis yang didirikan Jeong U berasal dari dirinya yang dulu harus susah payah bekerja untuk membiayai kehidupan mereka. Ae Ra pun memasukkan lamaran pekerjaan di perusahaan Jeong U, dan tanpa disangka Jeong U bersedia menerimanya. Keduanya mulai sering berinteraksi. Dan meski mulanya saling membenci karena sama-sama merasa tersakiti, namun tetap saja ikatan yang dulu pernah ada tak bisa hilang begitu saja.
***
Begitulah kira-kira sinopsis dari drama Korea berjudul Cunning Single Lady yang sedang saya tonton saat ini. Drama tentang pasangan bercerai yang dipertemukan kembali ini sangat menarik untuk ditonton. Bukan hanya karena ceritanya yang berbalut komedi, namun juga memberikan saya pandangan baru tentang pernikahan. Tentang sampai di titik mana kita bisa bertahan dengan pasangan kita.
Jika dilihat sekilas, mungkin kita akan mengambil kesimpulan kalau Ae Ra adalah sosok istri yang tidak bisa diajak susah. Dia meninggalkan Cha Jeong U di saat sang suami bekerja keras untuk menggapai mimpinya. Namun kemudian, ketika saya melihat bagaimana Ae Ra bekerja begitu keras agar dapurnya tetap menyala, sementara sang suami selalu gagal, mau tak mau saya turut bersimpati padanya.
Di sinilah saya berusaha melihat pasangan mantan ini dengan lebih objektif. Ae Ra menggantungkan mimpinya pada Jeong U dan ia mendapati Jeong U menghancurkan mimpinya. Sedangkan Jeong U berharap Ae Ra akan terus mendukungnya dalam keadaan apapun, namun kemudian ia mendapati Ae Ra tak setangguh yang dikatakannya. Singkat kata, keduanya sama-sama menderita dan tersakiti. Siapa yang bisa disalahkan dalam keadaan seperti ini? Saya pun tak tahu.
Sembari menyelesaikan drama ini, mendadak saya teringat pada bang Asrul dalam seri Para Pencari Tuhan. Seperti yang kita tahu, bang Asrul dalam PPT dulunya hidup dalam kemiskinan yang luar biasa. Saya lupa mendengar atau membaca dialog ini di mana, namun ketika bang Asrul bertanya pada sang istri, kenapa masih bertahan dengannya, dengan bijak sang istri menjawab, “Jika bukan karena Allah, sudah dari dulu saya tinggalkan Abang.”