Sepenggal Kisah Meet & Greet Tere Liye

Penunjuk waktu pada monitor di hadapan saya sudah menunjukkan angka empat lewat tiga puluh. Tak seperti biasanya, saya segera membereskan barang-barang di meja. Memasukkan ponsel, al qur’an, dan tentunya menutup semua laman yang ada di monitor saya. Sesudahnya, saya berjalan ke luar ruangan tempat beberapa rekan bekerja.

“Kalian jadi ‘kan ke acara Tere Liye?” tanya saya pada kedua teman yang terlihat masih anteng di depan monitor mereka masing-masing. Ya, hari itu, di atrium Duta Mall Banjarmasin akan diadakan acara Meet and Greet bersama Tere Liye. Bagi para pecinta buku, kayaknya nggak asing lagi dengan nama yang satu ini. Tere Liye bisa dibilang salah satu penulis paling produktif dan bukunya laris manis di dunia perbukuan Indonesia. Saya sendiri meski bukan fans berat, namun masih menikmati novel-novel beliau. So, saat mengetahui Tere Liye akan hadir di Banjarmasin, pastilah saya takkan melewatkannya.

“Iya, kami ke sana, Kak. Tapi sebentar lagi. Memangnya Tere Liye-nya sudah datang? Ntar kayak kejadian kemarin. Sudah datang ke lokasi eh ternyata bang Tere tidak jadi datang,” jawab Nita, salah satu rekan kerja saya.

Saya hanya tertawa mendengar jawaban teman saya itu. Memang benar beberapa bulan sebelumnya tersiar kabar kalau Tere Liye akan hadir di Gramedia Duta Mall Banjarmasin. Sayangnya karena satu dan lain hal, kedatangan Bang Tere kala itu dibatalkan. Padahal teman-teman saya itu sudah dengan semangatnya mendatangi lokasi pertemuan. Rupanya kala itu mereka belum berjodoh dengan Bang Tere Liye.

Baca lebih lanjut

Cerpen Ekskul Penulis Cilik

“Ustadzah, gimana kalau kita adakan lomba antar teman-teman di sini? Nanti yang menang dapat hadiah coklat,” begitu kata Syahla tiba-tiba di tengah ekskul menulis yang saya pegang setahun terakhir. Syahla adalah salah satu siswa kelas V yang mengikuti ekskul menulis. Tulisannya sebenarnya bagus namun kadang dia lebih senang berbicara ketimbang menulis.

“Wah, boleh juga. Kakak tunggu naskah kalian sampai akhir semester ya,” jawab saya dengan antusias. Maklum saja. Selama satu semester memegang ekskul menulis di salah satu SD IT di Banjarmasin, jarang sekali saya temukan adik-adik kecil ini begitu semangat untuk menulis.

“Baiklah. Nanti ceritanya ulun ketik dulu baru dikumpul,” kata Syahla kemudian.

“Yang lain ikutan juga, kan?” Saya bertanya kepada Penulis Cilik yang lain.

Baca lebih lanjut

Hujan yang Dinanti

“Saya ini sudah bayar tiap bulan tapi air nggak mengalir di rumah saya selama berhari-hari. Dasar perusahaan payah!”

Suara Bapak berkumis di hadapan Linda terdengar sayup-sayup di telingaku. Setidaknya sudah ada tiga orang hari ini yang melaporkan hal yang sama di bagian pelayanan. Sebagai customer service, tak ada pilihan lain bagi Linda selain mendengarkan omelan orang-orang tersebut.

“Huh, akhirnya pergi juga tuh Bapak. Sampai lapar aku dengerin dia ngomel-ngomel. Makan yuk,” kata Linda setelah tak ada lagi pelanggan yang menghampiri mejanya.

Sejak kemarau melanda beberapa bulan terakhir, perusahaan tempatku bekerja memang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan air bersih bagi pelanggan. Kondisi sungai yang terkena intrusi air laut membuat air tak bisa didistribusikan secara normal dan merata.

Baca lebih lanjut

Makan Malam di Pondok Bahari

Tadi malam, saya dan orang rumah menikmati makan malam di Pondok Bahari, sebuah rumah makan yang terletak di kawasan Siring Piere Tendean kota Banjarmasin. Mengusung menu masakan tradisional, rumah makan yang buka 24 jam ini selama beberapa tahun sukses menarik perhatian pengunjung, termasuk saya tentunya.

Hal pertama yang menarik dari Rumah Makan Pondok Bahari mungkin adalah konsepnya yang buka 24 jam. Selain itu, pemilihan bangunan yang merupakan rumah adat Banjar juga menjadi salah satu faktor yang menjadikan rumah makan ini berbeda dengan rumah makan lainnya. Lucunya, meski bangunannya asli Banjar, pengunjung akan merasakan nuansa oriental dengan adanya sebuah patung boneka kucing raksasa yang (dulunya) dipajang di bagian depan rumah makan. Untuk sekarang patung kucing raksasa itu dipindah ke dekat musala untuk mengakomodasi mobil dan motor yang parkir.

Untuk bagian dalam rumah makan sendiri bisa dibilang sangat nyaman. Di rumah makan ini seluruh tempat duduk disiapkan secara lesehan, membuatnya terasa seperti makan di rumah sendiri. Beberapa lukisan dipajang untuk menghiasi dinding. Selain itu sebuah taman kecil dengan kolam juga dibuat untuk lebih memperindah ruangan.

Baca lebih lanjut

Susahnya Mencari Uang Kecil

Satu hari di bulan Ramadhan, saya membeli bensin di eceran. Saat itu, sebelum mengambilkan botol berisi bensin, ibu penjual bensin bertanya pada saya, “Uangnya pas kan, dik? Kalau pakai uang besar mending nggak usah beli di sini. Saya nggak ada kembaliannya soalnya.”

Mendengar pernyataan ibu tersebut, saya sedikit terperangah. Buset si ibu sampai berani nolak pembeli, begitu kata saya dalam hati. Saya pun segera mengecek ke dompet. Alhamdulillah masih ada uang lima ribuan dan beberapa lembar uang dua ribuan di dompet tersebut.

“Nah, alhamdulillah uangnya, Bu,” kata saya sembari menyerahkan uang pas dan memberi isyarat membeli bensin satu liter saja.

“Sekarang ini uang kecil cepat sekali habisnya. Ini aja dari tadi yang beli bensin ngasihnya uang besar semua,” kata ibu itu lagi sambil menuangkan bensin ke tangki motor.

Baca lebih lanjut