Hadiah dari Ayah untuk si Kecil

“Dede-nya di mana?” tanya seorang kawan saat ia datang di syukuran akikah Yumna, anak perempuan saya dan suami.

Saya kemudian menunjuk sebuah box setinggi 1,5 meter dengan kelambu berwana jingga yang berada di salah satu sudut ruangan.

“Loh, ini box bayi, ya? Kirain lemari apa tadi,” kata teman saya tanpa bisa menyembunyikan keterkejutannya. Ia kemudian segera menghampiri box tersebut dan menyapa putri saya yang sedang tertidur.

“Bikin sendiri?” tanyanya lagi setelah kembali duduk bersama saya.

Saya menganggukkan kepala. “Ayahnya yang bikinin,” kata saya kemudian.

“Wah keren euy bisa bikin yang seperti ini.”

Saya hanya tersenyum mendengar perkataannya. Pikiran saya pun kembali ke masa proses pembuatan box bayi untuk Yumna.

img_20161210_153831.jpg

Pembuatan badan box bayi

Baca lebih lanjut

Medical Check Up

Sekitar akhir tahun 2015 yang lalu, saya dan karyawan perusahaan melakukan medical check up di salah satu Rumah Sakit Banjarmasin. Ini adalahmedical check up kedua yang saya jalani. Medical check up saya yang pertama dilakukan dua tahun sebelumnya, saat saya harus mengikuti pemeriksaan kesehatan untuk bisa bekerja di perusahaan sekarang.

Medical Check up ini yang kami ikuti sendiri terbagi menjadi tiga golongan. Golongan pertama untuk mereka yang berusia di bawah 31 tahun yang saya sebut dengan Paket Hemat. Medical check up ini hanya memeriksa air seni, darah, jantung, paru-paru. Untuk medical check up golongan kedua, selain pemeriksaan air seni, darah, dan yang lain, juga dilakukan pemeriksaan kolesterol dan pemeriksaan pap smear untuk para wanitanya. Golongan terakhir, merupakan medical check up yang diperuntukkan bagi mereka yang berusia di atas empat puluh lima tahun. Medical check up ini bisa dibilang paket lengkap karena ada tambahan pemeriksaan mata dan gigi.

Hari itu, saya dan rekan kantor yang lain datang ke RS Bhayangkara tempat medical check up dilaksanakan. Sudah beberapa karyawan lain di rumah sakit tersebut. Saya pun segera absen dan mengantri bersama karyawan yang lain. Saya lihat beberapa rekan ada yang sudah mulai melakukan pemeriksaan. Mulai dari pemeriksaan tekanan darah, air seni, jantung, hingga pap smear.

Baca lebih lanjut

Ikhtiar Hamil

Selang satu bulan setelah pernikahannya, adik saya mengirimkan gambar testpack bergaris dua. Aku hamil, begitu tulisnya dalam pesan. Saat itu masih subuh hari, saat saya dan ibu masih sibuk berkutat di dapur dengan kue olahan kami.

Berkaca dari pengalaman adik itu, saya pun yakin setelah menikah akan langsung berbadan dua. Namun meski lahir dari rahim yang sama, urusan nasib tentulah berbeda. Hingga bulan keempat pernikahan, saya tak kunjung hamil. Yah, namanya nikah usia 30, jadinya pengen cepat punya anak aja. Kalau telat sih sempat beberapa kali. Tapi pas dites hasilnya negatif selalu.

“Gimana kalau aku ke tukang urut, Mas?” kata saya pada suami setelah lagi-lagi tamu bulanan datang. Kebetulan di kantor saya ada seorang kakak yang berhasil hamil setelah perutnya diurut oleh seorang tukang urut.

“Ya, terserah kamu aja,” kata suami saya pendek.

Maka dengan ditemani seorang rekan, saya pun mendatangi ibu tukang urut yang ternyata rumahnya tak jauh dari tempat saya dan suami tinggal.

Baca lebih lanjut

Gaya Lebaran Kita Beda!

“Di keluarga kamu, kalau lebaran biasanya ada sungkemannya, nggak?”

Itulah salah satu pertanyaan yang keluar dari mulut suami saya di tahun pertama kami merayakan Idul Fitri.

Saat itu, dengan mantap saya menjawab, “Ada dong.”

Lalu suami bertanya lagi, “Sungkemannya yang kayak gimana?”

“Ya, yang kayak biasa. Maaf-maafan ke yang lebih tua. Memangnya kenapa?” Saya balik bertanya.

“Kalau di keluargaku, biasanya acara sungkeman itu panjang prosesnya. Bisa setengah jam lebih,” suami menjelaskan. Saya hanya manggut-manggut mendengar penjelasannya. Tak lama ia kemudian mengambil ponselnya. “Aku mau nelpon orang tuaku dulu, ya,” katanya pada saya.

Sambil tetap berdiri di sampingnya, saya turut mendengarkan percakapan suami dengan keluarganya di pulau seberang. Tahun ini, entah tahun keberapa sosoknya tak berada bersama keluarga di saat lebaran. Sudah barang tentu momen seperti ini menjadi saat yang cukup mengharukan baik bagi suami maupun kedua mertua saya.

Baca lebih lanjut

Balada Kue Kering

img_20160703_154631.jpg

Di masa kecil, saya dan adik perempuan kerap membantu ibu kami membuat kue kering jelang lebaran. Kala itu dengan penuh semangat saya dan adik mencetak adonan-adonan yang sudah dibuat ibu sebelumnya. Ada yang berbentuk bunga, hati juga kemiri dengan isian selai. Biasanya prosesi pembuatan kue kering ini berlangsung 1-2 hari sebelum lebaran.

Tahun berlalu, ibu saya mulai malas membuat kue kering. Alasan utamanya karena kebanyakan kue kering yang dibuat itu ujung-ujungnya tidak habis dimakan. Tak banyak memang tamu yang berkunjung ke rumah kami jika lebaran tiba. Apalagi makin ke sini saya selalu merasa lebaran semakin kehilangan keseruannya. Hingga akhirnya, kebiasaan membuat kue kering pun menghilang di keluarga saya.

Tahun ini, memasuki Ramadhan kedua bersama suami, saya memutuskan untuk membuat kue kering untuk lebaran. Pengalaman berkali-kali menggunakan oven milik ibu membuat saya cukup percaya diri akan berhasil dengan proyek ini. Apalagi suami juga mendukung dan berjanji akan membantu dalam membuat kue kering ini. Jadilah saya semakin bersemangat dengan rencana saya.

“Jadinya kita mau bikin apa hari ini?” tanya suami di Minggu siang. Baca lebih lanjut