[Cerita Fantasi] aleza

Keyword : salju, cerpelai, polkadot, gula-gula, pasar malam, pohon pisang

Aleza tampak sangat gembira hari ini. Sejak matahari menampakkan sinarnya, gadis berusia empat belas tahun itu tak henti-hentinya bersenandung. Wajahnya berseri-seri, sesekali tubuhnya bergoyang kesana-kemari seolah-olah sedang mengikuti irama lagu yang dinyanyikannya.

Wajar saja jika Aleza sangat gembira. Hari ini ayahnya akan pulang, setelah hampir satu bulan lamanya meninggalkan rumah untuk melakukan perjalanan bisnis. Ayah Aleza berprofesi sebagai pedagang. Setiap tiga bulan sekali ia dan para lelaki lain di Asfaris akan melakukan perjalanan ke negara tetangga. Mereka biasanya membawa berbagai macam kain tenun yang diolah di pabrik-pabrik kecil di Asfaris, untuk ditukar dengan beberapa keping uang logam atau berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya.

“Roxxyy!! Apa yang kau lakukan?!!”

Aleza sedang asyik memotong-motong wortel ketika seekor cerpelai secara tiba-tiba hinggap di bahunya. Tubuhnya berwarna seputih salju dengan sedikit warna hitam pada bagian ekornya. Aleza menemukan cerpelai tersebut lima tahun lalu saat sedang berjalan-jalan di kebun ayahnya. Dalam sekali pandang ia langsung jatuh cinta pada binatang tersebut. Roxy pun dibawa pulang dan sejak saat itu ia sudah seperti saudara Aleza.

Baca lebih lanjut

[Selina Story] Meeting with Friend

Cerita sebelumnya di sini.

Salah satu hal yang menguntungkan dari membuka jasa pengintai adalah Selina kini memiliki teman-teman baru. Memang tak semuanya menjadi teman akrabnya, namun setidaknya hal tersebut bisa memperluas jaringannya karena setidaknya ia masih saling berkomunikasi dengan mereka lewat jejaring sosial.

Salah satu klien yang kini menjadi teman akrab Selina adalah Vania. Gadis yang beberapa waktu yang lalu meminta bantuannya untuk menemukan pria yang disukainya itu termasuk yang cukup sering berkomunikasi dengannya. Entah itu sekadar berbalas komentar di media sosial, atau mengobrol melalui pesan pribadi. Sesekali juga Selina dan Vania bertemu untuk makan siang bersama.

Seperti saat ini, keduanya sedang menikmati sore di salah satu meja di kafe Bingo. Vania tampak semakin cantik dengan rambutnya yang kini kembali berwarna hitam. Ia juga masih mengenakan pakaian kerjanya yang sangat modis. Di hadapannya tampak Selina dengan penampilan seadanya. Ia hanya mengenakan T-shirt dan jeans belel, dengan rambut dikuncir seadanya.

“Kelihatannya kau sekarang sibuk sekali, Selina?” tanya Vania setelah menutup daftar menu di tangannya. Secangkir teh jasmine dan pancake coklat menjadi pilihannya untuk pertemuan mereka kali ini.

Baca lebih lanjut

[Cerpen] Bukan Cinderella 2

Pernikahan Pangeran Erick akan diselenggarakan malam ini. Sejak beberapa minggu sebelumnya pihak kerajaan sibuk mempersiapkan pernikahan akbar ini. Tiap-tiap ruangan di istana dibersihkan dan diberi dekorasi baru. Jalan-jalan yang rusak di kerajaan juga sudah diperbaiki. Undangan pun telah disebar tak hanya ke seluruh kerajaan, juga ke negara tetangga.

Rakyat juga tak mau kalah dalam memeriahkan pesta ini. Beberapa rumah tanpa malu-malu memajang spanduk ucapan selamat kepada Pangeran dan calon istrinya. Beberapa toko juga menyiapkan aneka macam suvenir yang berhubungan dengan pernikahan.

Yang tak kalah heboh tentunya berita tentang asal-usul calon pengantin wanita yang berasal dari kalangan biasa, bahkan kalau boleh dibilang menengah ke bawah. Orang-orang bertanya-tanya, siapa gerangan Ellis Adriana, sosok yang akan menjadi pendamping putra mahkota? Bagaimana caranya seorang gadis yang bekerja di toko sepatu bisa mendapatkan hati pewaris tahta kerajaan? Apakah tidak ada putri bangsawan yang berkualitas sehingga pangeran sampai harus memilih gadis biasa? Lalu bagaimana tanggapan Raja dan Permaisuri dengan pilihan putra tunggal mereka?

Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, para pencari berita melakukan tugasnya dengan cukup baik. Mereka menghubungi orang-orang terdekat Ellis dan menanyai mereka. Mulai dari bibinya, Marla, nyonya Bertha, hingga gadis yang meminjamkan gaun pesta untuk Ellis. Hal ini tentu saja berimbas cukup besar pada orang-orang yang ditanyai tersebut. Nyonya Bertha, misalnya. Sejak dirinya diwawancarai seputar pekerjaan Ellis, tokonya mendadak kebanjiran pengunjung, terutama oleh para wanita muda. Ini tentunya memberikan berkah tersendiri bagi penghasilan toko tersebut.

Baca lebih lanjut

[Selina Story] Investigasi Pertama – part 2

Cerita sebelumnya di sini.

Keduanya sudah kembali ke ruangan Sony. Berbeda dengan saat ia berada di ruangan tersebut beberapa menit sebelumnya, kali ini di hadapan Selina sudah terhidang secangkir teh hangat dan dua potong brownies sebagai pengisi perut.

“Bagaimana pendapatmu? Apakah pelakunya juga seorang Auralis?” Tanya Sony usai menyesap kopinya.

“Hmm. Ini agak membingungkan. Bisa jadi pelakunya ini memiliki kemampuan menghilang sepertiku. Tapi aku masih tak tahu bagaimana cara orang itu mengambil berkas itu dari lemarimu tanpa membukanya terlebih dahulu.”

“Bukankah selain menghilang kau juga mampu menembus benda padat? Maksudku tidak mungkin bukan kau bisa melakukan pengintaian jika kau harus menunggu seseorang untuk membukakanmu pintu?”

“Benar. Tapi benda padat yang bisa kulewati itu berupa dinding atau pintu. Kalau lemari seperti ini jelas tidak bisa kulewati. Lagipula seandainya bisa pun bagaimana aku bisa memastikan aku mengambil dokumen yang benar?”

Baca lebih lanjut

[Selina Story] Investigasi Pertama

Cerita sebelumnya di sini.

“Kuharap ini tidak berlebihan,” ujar Selina saat menatap bayangannya di cermin. Hari ia terlihat cantik dengan atasan warna pink dan celana jeans putih yang membungkus kaki jenjangnya. Rambut merahnya -yang semakin- panjang diikat ekor kuda dengan menyisakan poni di keningnya. Memberikan kesan energik pada sosoknya. Tak lupa juga ia berikan sedikit sapuan make up pada wajahnya. Sedikit bedak, sedikit lipstik, dan pemulas mata, membuat wajahnya terlihat lebih segar. Setelah cukup puas dengan penampilannya tersebut, Selina meraih tas selempang dari tempat tidurnya, memasukkan dompet dan ponsel ke dalamnya, kemudian langsung beranjak meninggalkan kamarnya.

Hari ini tepat satu minggu setelah pertemuannya dengan Sony. Meski tak ada komunikasi antara keduanya selama satu minggu tersebut, namun selama satu minggu tersebut, tak henti-hentinya Selina memikirkan kasus yang dialami Sony. Ia merasa ada sebuah magnet yang membuatnya begitu tertarik pada kasus Sony. Terlepas dari apakah memang Sony perlu bantuannya atau kasus ini sekadar cara untuk bisa mendekatkan mereka (Selina masih sedikit yakin ibunya berperan dalam semua ini).

Dan setelah memikirkan masak-masak, gadis itu akhirnya memutuskan untuk mengunjungi Sony di kantornya. Kebetulan alamatnya sendiri didapatkannya tepat di hari pertemuannya dengan Sony beberapa hari yang lalu. Rupanya pemuda itu cukup yakin Selina akan menerima tawarannya sehingga ia memberikan kartu namanya pada Selina usai makan siang mereka berakhir.

“Cantik amat, Kak,” sapa Dania saat mendapati Selina turun dari lantai dua ruko yang ia tempati. Dari gelagatnya, sepertinya gadis itu baru saja tiba di toko.

Baca lebih lanjut