makankakilima

Demi menyenangkan adik saya yang suka sekali dengan film-film korea, saya ajak dia berbuka puasa di resto khusus Korean Food. Kami putuskan ke Kogyo, lantai 2 Surabaya Town Square (sutos). Awalnya, tujuan kami adalah Myeong Ga, karena based on google resto ini katanya murah. Murah dalam arti harga 60ribu untuk semangkuk bibimbap bisa dapat side dishes (makanan pendamping) banyak. Berhubung ada kesalahan teknis, yaitu sewaktu kami sudah sampai kebun binatang menyadari bahwa STNK tertinggal di rumah akhirnya pulang lagi dan berangkat sekitar pukul 16.30. Ya sudah ke Kogyo saja karena lebih dekat dibanding Myeong Ga yang ada di HR. Muhammad.

Bagi pemeluk agama Islam, tak perlu khawatir. Restaurant ini menjamin bahwa masakannya no pork alias tidak ada daging babi ataupun menggunakan lemak babi. Kebetulan selama ramadhan Kogyo menyediakan paket khusus muslim. Paket Ramadhan dengan free takjil. Saya memilih menu bibimbap beef dan kimchi sedangkan adik memilih dakgogi (spicy chicken) yang…

Lihat pos aslinya 294 kata lagi

Update Lomba MP Parodi

Berikut adalah daftar peserta lomba MP Parodi yang sudah menyetor tulisannya:

1. Kusut, faridazp (lengkap)
2. Babat Lintas Jaman Part VII, Darnia (Belum ada imel)
3. The Buluk, Renypayus (kurang tags)
4. Pada Jaman Dahulu Kala, Tintin1868 (kurang tags)
5. Bangsal 13, Renypayus (kurang tags)
6. The Real Constantine, ninelights (lengkap)
7. Truelight, tintin1868 (kurang email)
8. Ada Apa dengan Rasa, faridazp (lengkap)
9. The Unpublish Story of Wolverine, ninelights (lengkap)

Bagi yang belum ikutan, ditunggu naskahnya yaaa. Dan bagi yang naskahnya belum lengkap harap dilengkapi segera. Masih ada waktu sampai 20 Agustus 2012.

Info lebih lanjut tentang lomba bisa mampir ke sini.

lelaki tua di warung makan


Sabtu siang sepulang kerja, biasanya akan saya habiskan dengan berburu makan siang di beberapa warung makan di kota saya. Entah sejak kapan bermulanya, saya menjadikan hal tersebut sebagai sebuah kebiasaan. Menikmati makan siang sendirian, sementara di kanan kiri saya orang-orang terlihat sibuk berbagi kisah dengan pasangannya.

Saya tak menampik awalnya ada perasaan tak nyaman ketika harus makan siang sendirian, apalagi jika warung yang saya pilih cukup ramai.Namun seiring berjalannya waktu, saya mulai terbiasa, dan bahkan mulai menikmati keadaan tersebut. Saya bisa makan dengan santai tanpa takut ada yang memperhatikan, saya bisa mencuri-curi dengar pembicaraan orang di samping saya, semua hal yang mungkin tak bisa dilakukan jika saya makan dengan seorang partner. Me time, begitu saya menyebutnya.

Sabtu siang kemarin, tempat yang menjadi pilihan saya adalah Soto Cak Hari yang ada di kawasan jalan Gatot Subroto. Sebagai tempat makan yang menyediakan soto khas Surabaya, Soto Cak Hari ini bisa dibilang yang terlaris di kota saya. Rasanya enak dan harganya terjangkau. Karena itu tak heran jika setiap harinya tempat makan ini selalu dipenuhi pelanggan dari berbagai kalangan.

Saat kaki saya melangkah masuk, tampak kursi-kursi plastik yang ada di tempat itu sudah hampir terisi semua. Dan seperti yang sudah diduga, mereka yang makan di tempat itu rata-rata berpasangan atau rombongan. Perlu waktu beberapa menit bagi saya untuk memutuskan kursi yang akan saya tempati. Akhirnya. setelah melihat-lihat sebentar, saya pun memilih sebuah kursi kosong yang ada di bagian tengah warung.

Tak sampai sepuluh menit menunggu, soto ayam pesanan saya tiba. Tanpa sabar saya segera melahap soto tersebut. Menuangkan sambal, koya, dan tentunya jeruk nipis. Nikmat sekali rasanya. Mungkin itu karena sudah cukup lama saya tidak makan di tempat itu.

Saat sedang asyik menyantap makan siang saya, seorang pria dan dua orang wanita tampak mengambil tempat duduk kosong di samping saya. Entah mereka rekan kerja atau keluarga. Namun dari topik pembicaraan yang mereka bahas, saya menarik kesimpulan kalau tiga orang ini bekerja di lingkungan pemerintahan.

Lalu, ketika saya sibuk mendengarkan pembicaraan ketiga orang tersebut, sesosok renta lewat di samping saya. Perhatian saya teralihkan. Sosok tua itu, kira-kira berusia tujuh puluh tahun, berjalan dengan bingung diantara meja-meja yang ada di tempat saya makan. Beliau menarik sebuah kursi, duduk sebentar, melihat krupuk, lalu berdiri dan berjalan kembali. Tak sampai beberapa menit, beliau duduk lagi di bangku yang lain, dan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukannya tadi.

Mau tak mau berkelebat pertanyaan di kepala saya. Siapa gerangan kakek tua itu? Jika dilihat dari gerak-geriknya, beliau bukanlah seorang peminta-minta. Lagipula selama ini saya belum pernah menemukan ada peminta-minta yang masuk ke warung Cak Hari. Namun jika melihat kondisi kakek tua itu, siapapun pasti akan merasa kasihan. Pakaian beliau sangat biasa dan beliau terlihat kebingungan. Benar-benar sebuah anomali jika dibandingkan dengan pengunjung warung yang lain.

Akhirnya seusai makan saya putuskan untuk bertanya kepada kasir tentang kakek tua tersebut.

“Mba, kakek yang di ujung itu mau makan, ya?” tanya saya pada kasir.

“Oh, nggak, Mba. Bapak itu memang sering ke sini. Dia sudah pikun. Sehari bisa sepuluh kali, Mba. Ditawarin makan juga nggak mau. Ya udah kami biarin aja. Kebetulan rumahnya ada sebelah.”

“Jadi beliau bukan peminta-minta?” tanya saya lagi menegaskan.

“Bukan.”

“Oo…makasih ya, Mba,” kata saya akhirnya sambil membayar tagihan makan saya sebelumnya. Sambil berlalu, saya sempatkan lagi menoleh ke arah kakek tua tadi. Sosoknya masih tampak kebingungan. Dalam hati saya menangis.

Gambar pinjam di sini.

Rom-Com Jadul

Tadi malam, untuk menenangkan mata yang belum mau tidur, saya memutuskan menonton When Harry Met Sally, sebuah film lawas Meg Ryan yang menceritakan kisah cinta unik antara Harry Burn dan Sally Albright. Kenapa saya bilang unik? Karena pertemuan mereka dimulai dengan perdebatan, kemudian mereka berpisah, bertemu lagi 5 tahun kemudian, berpisah kembali, dan akhirnya lagi-lagi dipertemukan setelah 5 tahun.

Awalnya, saya hanya berniat menonton beberapa puluh menit dari film tersebut. Secara saya mulai menonton pada pukul 1 dini hari. Namun karena ternyata filmnya bagus, akhirnya saya putuskan untuk menonton film tersebut sampai tuntas dua jam kemudian.

Beberapa malam sebelumnya, saya juga menonton film Meg Ryan yang lain, Sleepless in Seattle. Kalau film yang ini, sudah pernah saya tonton belasan tahun yang lalu, saat salah satu televisi swasta menayangkannya. Sejak awal saya sudah jatuh cinta dengan film ini. Bahkan line MFEO yang dituliskan Jonah dalam suratnya untuk Annie menjadi bagian yang paling saya ingat dari film ini.

Menonton kembali film-film romcom jadul di atas, membuat saya berpikir. Kok kayaknya film romcom tahun 90an itu jauh lebih bagus ketimbang film romcom sekarang yak? Ide ceritanya mungkin sederhana. Tapi kemasannya apik dan dialognya berkesan. Jika dibandingkan dengan film romcom yang sekarang, bisa dibilang saya jauh lebih suka film romcom tahun 90-an tersebut.

Film romcom sendiri, selain merupakan genre favorit saya, juga bisa dibilang merupakan salah satu obat pengusir galau paling ampuh. Menonton bagaimana tokoh-tokoh di film-film tersebut menemukan cinta mereka, selalu berhasil memberikan harapan baru pada saya, bahwa saya pun akan seperti mereka. Bertemu dengan orang yang tepat di saat yang mungkin tak diduga .

Anyway, ada yang bisa kasih rekomendasi film romcom jadul yang bagus?

Silent Angry

Sudah hampir sebulan saya menyimpan kemarahan ini. Bukan hanya saya sebenarnya, namun adik saya juga merasakan kemarahan yang sama. Pengen cerita tapi nggak bisa karena ini urusan intern keluarga. Ujung-ujungnya saya jadi cepat marah dan selalu ketus jika diajak bicara. Benar-benar membuat capek pikiran .