[Coba Resep] Lekker Holand

Beberapa waktu yang lalu, di linimasa facebook saya bertebaran resep kue Lekker Holland. Dilihat dari namanya sih ini pasti kue dari Belanda. Saya lihat cara membuatnya juga gampang sekali. Penasaran, saya pun mencoba resep ini untuk cemilan weekend di rumah. Berikut adalah resep kue Lekker Holland yang saya dapat dari cookpad :

Bahan :

250 gr tepung terigu

200 gr margarin

150 gr gula pasir

1 butir telur

1 sachet susu bubuk

Baca lebih lanjut

Killer Soft Bread

Ibu saya adalah pembuat kue. Sehari-hari beliau berkutat dengan tepung terigu, gula, telur dan aneka bahan lainnya yang diperlukan untuk membuat kue. Kegiatan ini sudah dilakoninya sejak saya masih duduk di bangku SMA. Kegiatan yang bagi saya melelahkan karena sangat menyita waktu tidur malam dan memakan jatah bersama anak di siang hari. Hal inilah yang kemudian membuat saya bertekad untuk tak mengikuti jejak beliau membuat kue-kue.

Namun setelah menikah, saya mulai berubah. Dimulai dari keberhasilan membuat pizza, saya pun mulai menemukan kesenangan dalam memasak beberapa jenis roti. Obsesi roti, begitu kata mbak Endang dalam blog JTT miliknya. Alhamdulillah-nya, suami ternyata menggemari roti bikinan saya. Jadilah selama beberapa waktu terakhir, hari Sabtu dan Minggu saya habiskan untuk mencoba membuat beberapa jenis roti seperti pizza, roti manis, roti burger, dan yang terbaru killer soft bread.

Untuk Killer Soft Bread ini sendiri, saya membacanya di blog Bunda Nina. Berikut adalah resep yang disebutkan di blog tersebut:

Baca lebih lanjut

Haliling Besantan

Ramadhan tahun lalu, saya dan suami menyempatkan diri mengunjungi area Pasar Wadai yang memang sudah menjadi tradisi di bulan Ramadhan. Saat itu saya sedang ingin mencicipi nasi samin yang kata adik saya enak dan murah. Sayangnya karena datangnya sudah lumayan sore, saya tak mendapatkan nasi samin yang dimaksud. Meski begitu bukan berarti saya pulang tanpa membawa hasil. Namanya pasar, pasti ada saja sesuatu yang menarik kita untuk membeli. Nah, salah satu makanan yang berhasil kami bawa pulang hari itu adalah haliling besantan.

Jadi ceritanya, saat sedang melihat-lihat makanan yang dijual para pedagang, mata saya tanpa sengaja tertumbuk pada sebuah wadah berisi keong-keong dengan kuah santan. Spontan saya hentikan langkah.  “Mas, ada haliling,” kata saya pada suami.

Suami kemudian menghentikan langkahnya dan melihat masakan yang saya maksud. “Wah, aku juga tahu masakan ini. Kamu mau beli?” tanya suami pada saya.

Saya menganggukkan kepala. Kami kemudian menanyakan harga haliling tersebut pada ibu penjual. Si ibu menyebutkan harga yang cukup berhasil membuat saya tersentak. Saya lupa berapa pastinya, namun yang jelas harga yang diberikan cukup mahal. Namun karena sudah cukup lama tidak menikmati haliling saya tetap merogoh dompet dan kami pun membawa pulang seporsi haliling besantan.

Baca lebih lanjut

Ketemu Desi dan Fatah

Grand City Surabaya sejatinya adalah tempat pertama yang saya kunjungi saat pertama kali menginjakkan kaki di Surabaya (selain rumah Nabila dan hotel). Tempat ini menjadi pilihan Fatah untuk mempertemukan saya dan Desi yang kebetulan hari itu juga tiba dari Yogyakarta. Pertimbangannya kala itu, Grand City terletak di dekat stasiun Gubeng sehingga akan memudahkan Desi untuk mendatangi kami setelah dia tiba di stasiun.

Rencana awal sendiri, kami akan bertemu sekitar pukul 3-4 sore. Namun rencana berubah karena ternyata begitu tiba di Surabaya, kami bertiga tidak langsung diantar mencari hotel, melainkan mampir dulu ke rumah orang tua Nabila, sang pengantin perempuan. Yah, namanya juga numpang mobil orang jadi harus ngikut yang bawa mobil dong. Masih mending juga kami dijemput. Hehe. Di rumah Nabila, kami makan siang, shalat dan istirahat sebentar sebelum akhirnya berangkat lagi menuju pusat kota dalam rangka mencari hotel.

Karena kediaman orang tua Nabila terletak di daerah Djuanda, maka perlu waktu satu jam (lebih?) untuk tiba di hotel. Untungnya setelah berkomunikasi lewat whatsapp dan sms, baik Desi maupun Fatah menyebutkan kalau mereka akan berada di Grand City sampai malam, jadi saya tak perlu khawatir kopdar pertama kami akan gagal 🙂

Baca lebih lanjut

Mengolah Mandai

Di tempat saya, musim cempedak berarti musim mandai. Mandai adalah penganan yang dibuat dari kulit cempedak. Untuk mengolahnya, kulit cempedak yang sudah dibersihkan direndam dulu dengan air bersih selama beberapa jam. Setelah kulit mulai lunak, baru deh dikasih garam trus digoreng kayak biasa. Bisa juga dicampurin ke sayur oseng-oseng.

Berhubung cempedak itu musiman, maka biasanya mandai ini diawetkan. Untuk mengawetkannya, cukup diberi garam, dan mandai bisa disimpan hingga beberapa bulan seperti yang dilakukan ibu saya. Jangan lupa sebelum dimasak mandai direndam air dulu biar ga keasinan pas dimasak.

Baca lebih lanjut