Pengalaman Outbond di Loksado

Selama beberapa tahun terakhir, setiap satu kali dalam setahun, perusahaan tempat saya bekerja mengadakan outbond bagi karyawannya. Tentunya tidak sekaligus seluruh karyawan yang dikirim untuk mengikuti outbond ini. Setiap tahunnya, 50 karyawan akan diberi surat tugas untuk mengikuti oubond dan bersenang-senang selama beberapa hari.

Akhir April lalu, saya terpilih untuk mengikuti outbond tahunan ini. Sama seperti outbond-outbond sebelumnya, saya dan puluhan rekan kerja lainnya dikirim menuju Loksado selama 3 hari 2 malam. Sebenarnya saya agak ragu mengikuti outbond kali ini mengingat beberapa hari sebelumnya saya baru mengetahui kalau sedang hamil 4 minggu. Namun karena tas dan perlengkapan outbond sudah dibagikan, saya putuskan untuk tetap berangkat. Tentunya saya membawa surat dari dokter untuk diserahkan pada panitia sebelum berangkat nanti.

Meski lahir dan besar di Kalimantan, ini adalah pertama kalinya saya bertolak ke Loksado, salah satu tempat wisata yang sangat terkenal di Kalimantan Selatan. Kami berangkat sekitar pukul 08.00 dan tiba di penginapan sekitar pukul 12.00. Penginapan yang dipilih untuk kami bernama Graha Wisata Amandit yang terletak di Desa Hulu Banyu – Muara Hatip Loksado.

Baca lebih lanjut

Kenangan tentang Bisu

“Antung, nanti kalau mau minum teh atau kopi bisa minta tolong sama Bapak ini, ya,” kata salah satu rekan kerja ketika saya baru saja menjejakkan kaki di kantor yang sekarang. Saya pandangi sosok yang dimaksud. Beliau adalah sesosok pria berusia empat puluhan dengan tinggi sedang, berkumis, dan mengenakan topi. Satu hal yang saya ketahui kemudian, beliau ternyata tuna rungu dan kerap dipanggil Bisu.

Menurut cerita yang saya dengar dari teman-teman, Bisu sudah cukup lama berada di kantor tempat saya bekerja. Sehari-harinya beliau menyediakan jasa mencucikan mobil dan motor para karyawan di kantor. Selain itu, beliau juga membuatkan minuman pagi bagi kami semua. Kadang beliau juga membersihkan WC di ruangan kami meski sebenarnya sudah ada petugas cleaning service yang ditugaskan untuk itu. Sebagai penghargaan, karyawan di departemen kemudian sepakat memberikan gaji bulanan pada beliau.

Karena kondisi beliau yang tuna rungu, maka tentu bukan hal yang mudah untuk bisa berkomunikasi dengan Bisu. Hanya ada beberapa orang di kantor yang bisa benar-benar mengerti apa yang ingin dikatakan Bisu lewat bahasa isyaratnya. Pagi itu misalnya, Bisu datang sedikit terlambat ke kantor. Setiba di kantor, dengan semangat beliau menggerak-gerakkan tangannya seolah menggambarkan sesuatu. Saya yang melihat hal tersebut hanya bisa terbengong-bengong. Oleh salah seorang teman, saya kemudian diberitahu kalau Bisu baru saja bercerita kalau ban motor yang dipakainya bocor di jalan. Karena itulah beliau terlambat tiba di kantor.

Baca lebih lanjut