[Fiksi] Deria dan Ular Gota

Hingga satu minggu yang lalu, Deria tak pernah mengerti mengapa beberapa minggu terakhir ibunya selalu melarangnya mendekati di sungai yang mengaliri desa tempat mereka tinggal. Di saat teman-temannya tertawa sambil mencipratkan air ke wajah masing-masing, Deria hanya bisa menatap dari pinggir sungai. Ia tak mungkin ikut bergabung karena ibu akan langsung meneriakinya dari bagian dapur rumah mereka. Deria sendiri merasa heran dari mana ibunya tahu dirinya bermain air padahal ibunya berada di dalam rumah. Pernah satu kali Deria nekat ingin menceburkan dirinya ke air. Baru saja kakinya tercelup, sosok sang ibu sudah berada di pinggir sungai dengan tongkat di tangannya. Tanpa banyak bicara Deria terpaksa berdiri kembali dan berjalan mengikuti ibunya pulang ke rumah.

Alasan dari larangan ibu itu akhirnya Deria ketahui beberapa hari yang lalu. Saat itu, ia baru saja tiba di rumah setelah menghabiskan setengah harian di kediaman Levia, sahabat karibnya. Saat itu ibu sedang berada di dapur ditemani Mak Kaja, salah satu tetangga mereka. Mungkin karena ibunya terlalu asyik mengobrol sehingga tidak menyadari kehadiran Deria. Deria pun langsung masuk ke kamarnya. Saat dirinya hendak melepaskan pakaian yang dikenakannya, sayup-sayup didengarnya pembicaraan ibunya dengan Mak Raudah.

“Mak Niah, sudah dengar kabar terbaru belum? Si ular Gota muncul lagi!” tanya Mak Kaja pada ibunya.

“Benarkah?” tanya ibu kemudian.

Baca lebih lanjut

[cerpen] Nostalgia

OK-nostalgia_Page_1

Seperti melihat hantu! Begitulah yang kurasakan ketika melihat sosoknya memasuki ruangan kantorku. Dengan tinggi seratus tujuh puluh lima sentimeter, rambut yang sedikit berantakan, wajah bak pemain film India dan tubuh yang sedikit berisi. Rasanya aku tak melihat perbedaan berarti antara dirinya kini dengan dirinya lima tahun yang lalu. Semuanya masih tampak sama. Jikapun ada yang berbeda, maka itu adalah wanita yang saat ini berjalan di sampingnya.

Secara refleks aku menegakkan tubuhku ketika melihatnya dan wanita itu memasuki ruanganku. Sekilas, sempat kulihat rona keterkejutan yang sama di wajahnya. Yah, kurasa itu hal yang wajar. Kau akan menikah dan ternyata calon istrimu meminta bantuan mantan kekasihmu untuk mengurus tetek bengek pernikahan kalian. Siapa yang tak terkejut? Dan aku pun sangat yakin calon istrinya itu tak tahu-menahu tentang hal ini.

“Ariiinnn…Lama nggak ketemu!!” Sapa sang calon istri ketika akhirnya kami berhadapan. Sebuah pelukan hangat diberikannya padaku, layaknya teman yang lama tak bersua. Oh ya, aku belum bercerita bukan kalau aku juga mengenal sang calon istri dari mantan kekasihku ini? Dia adalah Wanda, salah satu teman sekelasku saat masih duduk di bangku SMA.

Baca lebih lanjut

Saat Ibu Tak Ada di Rumah

 

“Ibu akan pergi selama 2 hari. Kalian jangan buat rumah berantakan, ya,” kata ibu Jung Hwan kepada suami dan kedua anak lelakinya, Jung Hwan dan Jung Bong. Beberapa saat sebelumnya ia mendapat telepon dari salah satu saudaranya. Sebelum berangkat, Ibu Jung Hwan kemudian memberikan beberapa arahan kepada ketiga lelaki tersebut. Bagaimana mengganti briket, apa yang akan dimakan untuk makan malam, hingga bagaimana mengatasi toilet yang mampet.

Karena dalam keluarga tersebut hanya ada satu sosok perempuan, bisa ditebak apa yang akan terjadi jika ibu sedang tidak ada. Ya. Para lelaki tersebut dengan leluasa melakukan segala hal. Hanya dalam waktu beberapa jam, rumah yang mulanya rapi sudah berubah menjadi kapal pecah.

Satu hari berlalu. Saat ketiganya masih menikmati masa bebas tanpa ibu, tiba-tiba telepon berbunyi. “Ibu sudah di terminal,” begitu kata Jung Hwan yang mengangkat telepon. Mendengar kabar tersebut, spontan ayah dan kedua anaknya berlarian membersihkan rumah yang tak keruan lagi bentuknya.

Baca lebih lanjut

Hujan yang Dinanti

“Saya ini sudah bayar tiap bulan tapi air nggak mengalir di rumah saya selama berhari-hari. Dasar perusahaan payah!”

Suara Bapak berkumis di hadapan Linda terdengar sayup-sayup di telingaku. Setidaknya sudah ada tiga orang hari ini yang melaporkan hal yang sama di bagian pelayanan. Sebagai customer service, tak ada pilihan lain bagi Linda selain mendengarkan omelan orang-orang tersebut.

“Huh, akhirnya pergi juga tuh Bapak. Sampai lapar aku dengerin dia ngomel-ngomel. Makan yuk,” kata Linda setelah tak ada lagi pelanggan yang menghampiri mejanya.

Sejak kemarau melanda beberapa bulan terakhir, perusahaan tempatku bekerja memang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan air bersih bagi pelanggan. Kondisi sungai yang terkena intrusi air laut membuat air tak bisa didistribusikan secara normal dan merata.

Baca lebih lanjut

Cerpen dimuat di Tamanfiksi.com

OK-nostalgia_Page_1

Pagi tadi, saya mendapat kabar dari Ading Hairi Yanti kalau cerpen saya dimuat di Tamanfiksi.com. Jujur saya terkaget-kaget mengetahui kabar ini. Sebab seingat saya baru dua hari sebelumnya saya membuka web tamanfiksi.com dan tak menemukan cerpen saya di saya. Setelah dicek lagi, ternyata saya membuka history lama dari browser saya. Haha.

Cerpen ini sendiri dikirim bulan September yang lalu. Sebelumnya, saya mengirimkannya ke majalah Sekar di tahun 2012 dan tak ada kabar hingga majalah tersebut tak beredar lagi. Idenya sendiri seingat saya didapatkan setelah menonton film Bollywood Baand Baaja Baarat serta kisah seorang teman sekantor saya dulu.

Bagi yang ingin membaca cerpen ini, yuuk cus ke web tamanfiksi.com. Oh ya, untuk pengiriman naskah bisa dikirim ke tamanfiksi@gmail.com.