“Ngejan satu kali lagi, ya. Ini kepalanya sudah kelihatan,” begitu kata bidan pada saya di malam kelahiran Yumna. Saat itu entah sudah kali berapa saya mengerahkan kekuatan untuk mengejan. Setiap kali proses mengejan dimulai, saya selalu diingatkan untuk tidak memejamkan mata dan konsentrasi menatap bagian perut. Suami juga tak ketinggalan memberikan kekuatan dengan membisikkan kata-kata positif pada saya.
Untuk kali ini, sesuai aba-aba, saya pun mengumpulkan kekuatan kembali untuk mengejan ketika kontraksi terasa. Nah, saat mengejan ini, tiba-tiba saya mendengar ada sesuatu yang digunting. Rupanya Bu Bidan berinisiatif menggunting bagian perineum saya agar bayi bisa segera keluar. Hanya selang beberapa detik dari pengguntingan, keluarlah sesosok bayi mungil yang selama 9 bulan saya kandung. Suara tangisnya langsung memenuhi ruangan tempat saya bersalin.
Setelah dibersihkan, saya langsung meminta agar dilakukan IMD. Seorang bidan kemudian meletakkan bayi saya di dada saya. “Wah ini putingnya datar. Coba tarik biar bisa keluar,” kata bidan saat melihat payudara saya. Seorang asisten bidan kemudian menarik puting payudara saya dan meletakkan mulut bayi saya di sana. Jujur saya agak kecewa dengan keadaan ini. Sebab yang saya tahu, dalam proses IMD, bayi dibiarkan mencari sendiri puting ibunya.
Setelah pulang dari tempat bersalin, saya pun berusaha memberikan ASI pada anak saya. Sayangnya kondisi puting saya yang datar menyulitkan saya untuk memberi ASI. Belum lagi ASI saya juga tidak langsung keluar setelah melahirkan. Akibatnya Yumna sempat mengalami dehidrasi di hari kedua kelahirannya. Untungnya saya memiliki adik yang masih menyusui anaknya. Dengan bantuan ASI darinya, anak saya pun bisa mendapatkan ASI.
Memiliki puting datar sempat membuat saya frustasi. Sejak awal memang saya sudah menyadari kalau saya memiliki puting yang datar. Namun saat itu, karena yakin hal tersebut tidak akan berpengaruh pada proses menyusui, maka saya pun tidak melakukan inisiatif apa-apa pada si puting. Entah itu ditarik atau dipijat agar putingnya bisa keluar. Eh setelah melahirkan baru saya tahu kalau puting datar itu masalah. Ya kalau mau dibilang, si puting ini semacam corong di payudara. Kalau nggak ada corong ya bayi susah jadinya nempel di payudara.
Tak mau menyerah, saya pun berusaha mencari info tentang cara menyusui bagi ibu berputinhg datar. Mulai dari bertanya pada teman-teman di dunia maya, hingga berburu video menyusui di Youtube. Alhamdulillah, setelah bertanya ke sana kemari saya mulai mendapat pencerahan. Rupanya tak hanya saya yang mengalami kesulitan menyusui gara-gara puting yang datar. Ada cukup banyak ibu di luar sana yang memiliki masalah seperti saya dan mereka tetap mampu menyusui anaknya. Jadi intinya saya harus berusaha memunculkan si puting datar dengan cara memompa atau menggunakan suntikan yang bagian ujungnya dipotong atau juga alat bernama nipple puller.
Maka, setelah akhirnya ASI saya keluar, saya pun mulai sering memompa payudara untuk mengoptimalkan pemberian ASI pada Yumna. Saat itu, saya memberikan ASIP dengan bantuan dot kepada Yumna. Idealnya sih pemberian ASIP dilakukan dengan menggunakan cup feeder atau pipet. Tapi yah saya tidak terlalu sabar untuk itu. Selain itu saya juga memilih menghindari perdebatan dengan orang rumah seputar pemberian ASIP ini. Selain memberikan ASIP dengan botol, saya juga menggunakan media nipple shield agar bisa menyusui Yumna secara langsung. Sebenarnya kalau dari yang saya baca sih, sebenarnya penggunaan nipple shield ini tidak terlalu dianjurkan. Tapi ya namanya juga usaha. Setidaknya dengan bantuan alat ini saya tetap bisa menyusui anak saya secara langsung.

tampilan nipple shield yang saya gunakan gambar dari pigeon.co.id
Setelah kurang lebih satu bulan menyusu dengan bantuan nipple shield, akhirnya anak saya bisa menyusu langsung di payudara saya. Nah, berhubung masa cuti sudah hampir berakhir, tugas saya selanjutnya adalah mengumpulkan ASIP untuk Yumna. Dari yang saya ketahui, memang seharusnya pengumpulan stok ASIP ini sudah harus dilakukan minimal satu bulan sebelum masa cuti berakhir. Sayangnya karena Yumna termasuk sangat sering menyusu di siang hari maka saya hanya bisa menyetok ASIP di malam hari.
Untuk menyimpan stok ASIP yang sudah saya kumpulkan, sementara ini saya masih menggunakan kulkas milik ibu saya di rumah. Maklum lah ya sampai saat ini saya dan suami masih tinggal bersama ibu dan adik laki-laki saya, jadi untuk beberapa peralatan rumah tangga masih nebeng beliau. Resiko dari nebeng ini ya jadinya harus berbagi ruang deh dengan isi kulkas milik ibu saya. Kalau sudah begini, mungkin sudah saatnya saya memikirkan untuk memiliki kulkas sendiri. Apalagi saya juga mungkin tak selamanya tinggal di rumah ibu saya. Karena itu sepertinya mulai sekarang saya harus rajin mencari tahu harga kulkas yang sesuai dengan keinginan saya. So, mari kita mulai kumpulkan uang untuk membeli kulkas 🙂
Ternyata ada2 aja ya masalah ibu baru. Eh klo asinya di taruh dikulkas emang gak basi ya mbak? Pernah baca2 sih dari postingan blogee lain klo nggak salah ingat bahwa asi yg ditaruh di kulkas itu bisa basi. Seingat saya gitu deh.
Asi bisa tahan selama beberapa hari kalau disimpan di kulkas bawah. Kalau disimpan di freezer malah bisa sampai berbulan-bulan
Kalau sdh ngantor perlu juga cooler bag dan pelengkapnya. Ice gel, botol atau plastik buat wadah ASI. Dan pompa ASI. Sedapat mungkin jangan memerah ASI di toilet. Terkadang kalau sdh ngantor produksi agak berkurang. Nah, booster ASI bisa dikonsumsi lagi.
Iya, dok. Rencananya nanti mau beli pompa elektrik biar lebih cepat mompa di kantor
Welcome to the ‘jungle’ hehehe… Barakallah ya atas status barunya ☺ Tetap semangat ya ASI nya
iya, mbak 🙂
wahh selamat untuk kelahiran Yumna mbak… baru tahu kalo bentuk puting ternyata beda2 ya…
iya. ada yang normal, datar sama inverted