Perihal Nongkrong

“Duh kangen makan enak, nih,” kata saya pada suami. “Tapi masih bulan tua, jadi nggak bisa belanja,” saya menambahkan kemudian.

Suami diam saja mendengar celotehan saya. Maklum, dia sendiri bukan orang yang sering mengajak istrinya makan di luar. Paling-paling ngajaknya nge-bakso atau sop buntut kalau dia-nya sedang ingin. Sementara saya sendiri pengennya makan di luar itu ke tempat-tempat asyik semacam kafe begitu.

Beberapa hari kemudian saya dan beberapa teman kantor pergi ke Banjarbaru untuk menghadiri akad nikah teman kami yang lain. Perjalanan ini saya jadikan kesempatan untuk bisa menjajal kuliner enak di kota tetangga itu. Saat itu kami berencana mampir ke tempat makan pasta yang lumayan terkenal di Banjarbaru. Sayangnya saat kami tiba di cafe tersebut, tempatnya baru saja buka. Karena tak ingin menunggu lama, akhirnya kami hanya memesan minuman dingin.

“Uh, aku beli minuman gelasnya kecil aja bayarnya hampir tiga puluh ribu,” omel saya begitu tiba di rumah beberapa jam kemudian. Kalimat saya ini merujuk pada minuman yang saya pesan di kafe yang saya singgahi di kota Banjarbaru sebelumnya. Saat itu, saya memesan tanpa mengecek lagi harga minuman yang saya pesan. Saya pun tak curiga ketika minuman yang datang hanya seukuran cangkir anggur. Barulah ketika tagihan dibayarknya saya dibuat terkejut dengan jumlah yang harus saya bayar.

Baca lebih lanjut