“Di keluarga kamu, kalau lebaran biasanya ada sungkemannya, nggak?”
Itulah salah satu pertanyaan yang keluar dari mulut suami saya di tahun pertama kami merayakan Idul Fitri.
Saat itu, dengan mantap saya menjawab, “Ada dong.”
Lalu suami bertanya lagi, “Sungkemannya yang kayak gimana?”
“Ya, yang kayak biasa. Maaf-maafan ke yang lebih tua. Memangnya kenapa?” Saya balik bertanya.
“Kalau di keluargaku, biasanya acara sungkeman itu panjang prosesnya. Bisa setengah jam lebih,” suami menjelaskan. Saya hanya manggut-manggut mendengar penjelasannya. Tak lama ia kemudian mengambil ponselnya. “Aku mau nelpon orang tuaku dulu, ya,” katanya pada saya.
Sambil tetap berdiri di sampingnya, saya turut mendengarkan percakapan suami dengan keluarganya di pulau seberang. Tahun ini, entah tahun keberapa sosoknya tak berada bersama keluarga di saat lebaran. Sudah barang tentu momen seperti ini menjadi saat yang cukup mengharukan baik bagi suami maupun kedua mertua saya.