Ina melirik pergelangan tangannya. Pukul dua lewat tiga puluh menit. Ah, sial! Telat! Rutuknya dalam hati. Kalau saja Ina tidak merebahkan diri dahulu usai salat dzuhur tadi, mungkin dia takkan setergesa ini. Segera saja ia mengambil kunci motor yang tergeletak di atas meja dan berpamitan pada ibunya yang sedang berada di dapur.
Ina memacu motornya dengan kecepatan penuh. Hari ini seharusnya ia bertemu dengan beberapa temannya. Karena tertidur, dia jadi terlambat. Tak sampai tiga puluh menit, akhirnya Ina tiba di tempat tujuan. Masjid Raya Sabilal Muhtadin, sebuah masjid yang terletak di pusat kota Banjarmasin. Masjid itu merupakan salah satu masjid terbesar di kota tempat Ina tinggal. Beberapa tahun lalu masjid tersebut direnovasi oleh pemerintah dan menghasilkan bangunan yang terlihat lebih megah dan menawan dari yang sebelumnya.
Setelah memarkir motor, Ina menyempatkan diri memeriksa penampilannya. Diperbaikinya kerudung yang terlihat berantakan dan rok yang terlihat kusut. Dirasa oke, Ina pun berjalan cepat menuju teras masjid, berharap ia tak banyak ketinggalan. Dari jauh, dilihatnya enam orang gadis berjilbab yang duduk melingkar dan seorang wanita paruh baya sedang berbicara. Ina tersenyum. Ah, inilah yang selalu Ina tunggu setiap minggunya. Pertemuan dengan para sahabatnya dalam mendalami agama.
***
Jumlah kata : 192 kata
“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis : 1001 Kisah Masjid”