Pertemuan Mingguan

Ina melirik pergelangan tangannya. Pukul dua lewat tiga puluh menit. Ah, sial! Telat! Rutuknya dalam hati. Kalau saja Ina tidak merebahkan diri dahulu usai salat dzuhur tadi, mungkin dia takkan setergesa ini. Segera saja ia mengambil kunci motor yang tergeletak di atas meja dan berpamitan pada ibunya yang sedang berada di dapur.

Ina memacu motornya dengan kecepatan penuh. Hari ini seharusnya ia bertemu dengan beberapa temannya. Karena tertidur, dia jadi terlambat. Tak sampai tiga puluh menit, akhirnya Ina tiba di tempat tujuan. Masjid Raya Sabilal Muhtadin, sebuah masjid yang terletak di pusat kota Banjarmasin. Masjid itu merupakan salah satu masjid terbesar di kota tempat Ina tinggal. Beberapa tahun lalu masjid tersebut direnovasi oleh pemerintah dan menghasilkan bangunan yang terlihat lebih megah dan menawan dari yang sebelumnya.

Setelah memarkir motor, Ina menyempatkan diri memeriksa penampilannya. Diperbaikinya kerudung yang terlihat berantakan dan rok yang terlihat kusut. Dirasa oke, Ina pun berjalan cepat menuju teras masjid, berharap ia tak banyak ketinggalan. Dari jauh, dilihatnya enam orang gadis berjilbab yang duduk melingkar dan seorang wanita paruh baya sedang berbicara. Ina tersenyum. Ah, inilah yang selalu Ina tunggu setiap minggunya. Pertemuan dengan para sahabatnya dalam mendalami agama.

***

Jumlah kata : 192 kata

“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis : 1001 Kisah Masjid”

Doa dan Cinta dalam Sentuhan

Beberapa hari setelah resepsi pernikahan, saya mengalami sebuah kecelakaan kecil. Saat itu, kami sekeluarga baru pulang dari mengunjungi kediaman nenek saya di Aluh-aluh. Menggunakan motor, saya dan suami masing-masing membonceng ayah ibu mertua kami. Saya bersama ibu mertua, sedang suami bersama ayah dan adik bungsunya. Saat sedang asyik berkendara, tiba-tiba saya melihat ada seorang pria yang hendak menyeberang jalan. Spontan saya cengkeram rem kanan motor matic saya. Akibatnya bisa ditebak, alih-alih menghindari kecelakaan, saya dan ibu mertua malah jatuh bersama dari motor.

Setiba di rumah, saya langsung diminta mengurut kaki yang sakit akibat jatuh tersebut. Saat itu suami dengan sigap mengurut-urut pelan pergelangan kaki saya yang sakit. Sebenarnya ini bukan kali pertama saya jatuh dari motor. Beberapa bulan sebelumnya, saya juga mengalami 2 kali kecelakaan kecil yang berakibat cedera pada kaki saya. Beberapa kali juga kaki saya diurut untuk menghilangkan sakit di bagian kaki. Hasil urutnya sih lumayan oke, tapi kadang-kadang masih muncul sedikit rasa nyeri di kaki saya. “Yah, moga lama-lama nyerinya hilang,” begitu pikir saya.

Sayangnya perkiraan saya salah. Tambahan kecelakaan baru yang saya alami kala itu rupanya secara diam-diam menambah “luka” di kaki saya. Puncaknya terjadi saat saya dan suami pergi piknik ke pantai bersama beberapa rekan kantor. Sepanjang perjalanan, tak ada tanda-tanda saya akan mendapat masalah. Namun begitu tiba di pantai, saat akan turun dari mobil, tiba-tiba saya merasakan nyeri yang amat sangat pada pergelangan kaki kanan saya. Nyeri seperti ditusuk yang membuat saya sulit menjejakkan kaki di tanah.

Baca lebih lanjut

Bamboo Rafting di Sungai Amandit

“Kamu yakin mau ikut bamboo rafting?” begitu tanya salah seorang teman saat melihat saya mengenakan jaket pelampung di hari terakhir outbond yang kami ikuti.

Saya terdiam. Jujur saya sendiri agak bimbang kala itu. Di satu sisi saya cukup penasaran dengan kegiatan ini, namun di sisi lain saya juga mengkhawatirkan kandungan saya.

“Nggak usah ikut aja. Bahaya nanti kalau ada apa-apa sama kandungan kamu,” salah seorang rekan kerja yang lain berusaha memberitahu saya. Beliau adalah seorang wanita empat puluhan yang tidur sekamar dengan saya selama outbond.

Saya pun akhirnya melepaskan jaket pelampung dan meletakkannya di tumpukan jaket yang lain. Namun ketika saya mengungkapkan alasan saya tidak mengikuti bamboo rafting, salah satu panitia berusaha meyakinkan saya.

“Ikut aja. Nggak apa-apa kok. Insya Allah aman aja,” begitu kata Bapak itu.

Kali ini lagi-lagi saya berubah pikiran. Saya kenakan lagi jaket pelampung dan bergabung bersama teman-teman yang bersiap turun ke rakit.

Baca lebih lanjut

Pengalaman Outbond di Loksado

Selama beberapa tahun terakhir, setiap satu kali dalam setahun, perusahaan tempat saya bekerja mengadakan outbond bagi karyawannya. Tentunya tidak sekaligus seluruh karyawan yang dikirim untuk mengikuti outbond ini. Setiap tahunnya, 50 karyawan akan diberi surat tugas untuk mengikuti oubond dan bersenang-senang selama beberapa hari.

Akhir April lalu, saya terpilih untuk mengikuti outbond tahunan ini. Sama seperti outbond-outbond sebelumnya, saya dan puluhan rekan kerja lainnya dikirim menuju Loksado selama 3 hari 2 malam. Sebenarnya saya agak ragu mengikuti outbond kali ini mengingat beberapa hari sebelumnya saya baru mengetahui kalau sedang hamil 4 minggu. Namun karena tas dan perlengkapan outbond sudah dibagikan, saya putuskan untuk tetap berangkat. Tentunya saya membawa surat dari dokter untuk diserahkan pada panitia sebelum berangkat nanti.

Meski lahir dan besar di Kalimantan, ini adalah pertama kalinya saya bertolak ke Loksado, salah satu tempat wisata yang sangat terkenal di Kalimantan Selatan. Kami berangkat sekitar pukul 08.00 dan tiba di penginapan sekitar pukul 12.00. Penginapan yang dipilih untuk kami bernama Graha Wisata Amandit yang terletak di Desa Hulu Banyu – Muara Hatip Loksado.

Baca lebih lanjut

Menengok Mesjid Kubah Emas

img_20160306_105528.jpg

Jelang kepulangan kami ke Banjarmasin, saya dan ibu mengunjungi Mesjid Dian Al Mahri atau yang lebih sering disebut Mesjid Kubah Emas. Kata suami sih mesjid ini terletak tak jauh dari rumah orang tuanya. “Setengah jam sampai aja kayaknya,” kata suami kala itu. Nah, berhubung pesawat yang akan membawa kami berangkat pukul 3 siang, maka sebelum berangkat ke bandara kami putuskan untuk menyempatkan mampir ke mesjid yang ternama ini.

“Kita ke sananya naik Uber lagi, kan?” tanya saya pada pagi hari di hari kepulangan.

“Iya.”

“Trus rutenya gimana?” saya bertanya lagi. Dalam pikiran saya kala itu kami harus memesan Uber dua kali karena rute yang berbeda.

Suami diam sejenak. “Kita pilih tujuan bandara tapi nanti minta yang punya mobil mampir ke Mesjid Kubah Emas dulu,” katanya kemudian yang langsung saya setujui.

Berdasarkan informasi yang saya dapatkan di internet, Mesjid Kubah Emas dibuka untuk umum pada pukul 10 pagi. Saya pun langsung memesan Uber dengan tujuan bandara seperti yang disarankan suami. Tak lama menunggu, mobil yang kami tunggu tiba. Kali ini kami mendapatkan (kalau tidak salah) Honda Brio dengan seorang wanita paruh baya di belakang kemudinya. Kalau dikira-kira, mungkin usianya tak jauh berbeda dengan ibu saya.

Baca lebih lanjut