Ramadhan tahun lalu, saya dan suami menyempatkan diri mengunjungi area Pasar Wadai yang memang sudah menjadi tradisi di bulan Ramadhan. Saat itu saya sedang ingin mencicipi nasi samin yang kata adik saya enak dan murah. Sayangnya karena datangnya sudah lumayan sore, saya tak mendapatkan nasi samin yang dimaksud. Meski begitu bukan berarti saya pulang tanpa membawa hasil. Namanya pasar, pasti ada saja sesuatu yang menarik kita untuk membeli. Nah, salah satu makanan yang berhasil kami bawa pulang hari itu adalah haliling besantan.
Jadi ceritanya, saat sedang melihat-lihat makanan yang dijual para pedagang, mata saya tanpa sengaja tertumbuk pada sebuah wadah berisi keong-keong dengan kuah santan. Spontan saya hentikan langkah. “Mas, ada haliling,” kata saya pada suami.
Suami kemudian menghentikan langkahnya dan melihat masakan yang saya maksud. “Wah, aku juga tahu masakan ini. Kamu mau beli?” tanya suami pada saya.
Saya menganggukkan kepala. Kami kemudian menanyakan harga haliling tersebut pada ibu penjual. Si ibu menyebutkan harga yang cukup berhasil membuat saya tersentak. Saya lupa berapa pastinya, namun yang jelas harga yang diberikan cukup mahal. Namun karena sudah cukup lama tidak menikmati haliling saya tetap merogoh dompet dan kami pun membawa pulang seporsi haliling besantan.