Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah postingan di sini yang berisi tentang 13 penyakit dan kelainan akibat kecanduan smartphone. Postingan tersebut menyisipkan pula video tentang kelainan akibat kecanduan smartphone ini. Biar lebih mudah diingat, saya pun mencatat 13 kelainan tersebut di postingan ini.
13 Penyakit dan Kelainan Akibat Smartphone
- Narsisme, suka pamer, kecanduan likes
- Wanita cenderung lebih hobi selfie
- Nomophobia (rasa cemas atau gelisah jika dipisahkan dari gadget)
- Sulit interaksi dengan dunia nyata
- Tidak peduli dengan sekitar
- Berpotensi membahayakan diri
- Suka melihat kehidupan orang lain dan membandingkan dengan kehidupan sendiri
- Tidak bisa menerima keadaan berpotensi menjadi korban bully dan depresi
- Gangguan pada saraf otot jemari
- Pembungkukan dan sakit punggung
- Main hape tidak jelas menghabiskan waktu produktif
- Memalsukan kehidupan sosial
- Insomnia
Sebagai pengguna ponsel pintar, tak bisa dipungkiri saya pun mengalami salah satu dari 13 kelainan yang disebutkan dalam video berdurasi 3 menitan tersebut. Kelainan yang paling saya sadari tentu saja penyakit nomophobia (no mobile phone phobia) yang berarti ketakutan akan dipisahkannya pengguna dengan gadget kesayangannya. Jujur saya termasuk orang yang sulit sekali melepaskan ponsel dari genggaman. Kecuali ponselnya sudah off atau sedang di-charge, maka bisa dipastikan setiap lima menit sekali saya mengecek update-an sosial media di ponsel.
Selain nomophobia yang berada di urutan ke-3, penyakit nomor 7 juga sepertinya mulai melanda saya. Mulanya saya berpikir wajar-wajar saja jika saya merasa iri saat melihat postingan seseorang di sosial media. Namun kemudian saya teringat pada postingan seorang beauty blogger yang bercerita kalau dia berhenti membuka akun P**h-nya karena tidak ingin terus-terusan men-judge teman-temannya dan berakhir dengan menghakimi diri sendiri. Ah, I feel you banget, Mbak.
Rasa iri kadang memberikan dua efek pada penderitanya. Efek pertama, dia akan membuat penderitanya terpacu untuk berusaha lebih keras. Efek kedua, dan ini yang cukup menyebalkan, dia membuat penderitanya tertekan. Saya sendiri selalu iri pada teman-teman yang tulisannya dimuat di berbagai media. Kadang ada masanya saya merasa rasa iri itu membakar saya. Namun kemudian rasa iri itu memacu saya untuk lebih giat menulis.
Kalau dipikir-pikir, sebenarnya bukan ponsel pintar yang mengakibatkan kelainan ini. Memang dengan adanya ponsel pintar kita jadi sering selfie. Namun jika foto selfie itu tidak diunggah ke dunia maya, maka tidak akan memberikan efek apa-apa. Bahkan seandainya si ponsel pintar ini hanya menggunakan aplikasi bawaannya sendiri, maka mungkin ia tak akan ada bedanya dengan ponsel jadul dengan tombol candy bar milik kita dulu.
Kehadiran sosial media-lah yang menurut saya benar-benar berpengaruh dalam kehidupan kita. Kalau dulu waktu awal-awal punya facebook, kita akan update status beberapa puluh menit sekali. Kemudian ketika ada twitter, kita mulai berkicau tentang apapun yang ada di pikiran kita. Lalu ada instagram yang sukses mengubah ritual makan kita. Ujung-ujungnya, semuanya berakhir pada satu kata, kepo. Hehe.
Pada akhirnya, memang ada baiknya bagi kita untuk mengurangi interaksi dengan sosial media ini. Bisa dengan tidak terlalu sering memedang ponsel pintar, atau mengurangi cek update (status orang) di sosial media yang kita punya. Saya sendiri pun masih berjuang melakukannya 🙂
Mbak, makasih lhooo uda direview ulang 😀 Hanya saja, aku butuh diajarin, bagaimana cara bikin “di sini” kayak di atas itu 😀
di toolbar bagian atas itu ada kok tombol baca lebih lanjut. di samping tombol abc
salah satu cara yg mungkin bisa mengurangi interaksi dengan socmed adalah nggak ngisi pulsa 😀
saya pernah sekian hari nggak ngisi pulsa…. jadi interaksi dengan socmed via HP berkurang 😀
eh tapi di kantor tetep bisa ngeblog seh
wahaha saya kalau pulsa internet habis itu pasti bakal gelisah, mas 😀
makjang serem juga ya tapi yang no 2 itu aku gak pernah sih kecanduan selfie hehe
saya juga nggak terlalu suka selfie, mbak noni. mungkin karena nggak terlalu fotogenik. hihi
Pada akhirnya memang kita mesti menjadikan gawai sebagai alat yang mempermudah hidup, bukan menjadikannya lebih sulit dengan segenap masalah ya Mbak :hehe. Menyeimbangkan penggunaan ponsel sesuai dengan kebutuhan memang susah, tapi mari sama-sama belajar :)).
iya. harusnya sih kita bisa menyeimbangkan dunia nyata dengan dunia maya 🙂
oya, ternyata gadget itu kalau menurut kbbi disebut gawai, ya? baru tahu. hehe
Iya, kalau seimbang bakalan bagus banget Mbak :hehe. Yup, demikian menurut yang saya baca di beberapa sumber online :hehe.
Saya gak pakai smarphone sudah hampir setahun. Sams*ng, smartphone saya terakhir gak saya pakai lagi. Saat ini saya nyaman saja pakai n1650, alat komunikasi yang sudah saya pakai tujuh tahun terakhir, 🙂
keren, mas!
Betul sekali ini
Buat no.2 iyah banget, tapi untung saya laki laki ngoahaha.
Oyah, ada baiknya minimal saat makan bareng keluarga atau Teman sembunyikan atau simoan Smartphone dalam dalam.
wah kayaknya jarang banget ada yang bisa nyimpan ponselnya sekarang ini. hehe
Bisa lah klo mau…. Abis foto foto makanan simpen ahaha
ahaha. begitu ternyata
Sama, Ka. Ulun kada bisa jauh dri gadget -_-‘. Handak ae menterapi diri misal tiga hari kd pakai gadget.
ayo cobai yan 🙂
maka dari itu, bijaklah dalam menggunakan smartphone. heueheheh…
iya. hehe
Yg kerasa bnget itu nyeri di jempol, mb. Kurang gerak niy, yg gerak jarinya aja :$
aku kayaknya belum sampai nyeri deh. tapi gejala yang lain iya banget. heu
Iyaaaa, socmed itu bikin kecanduan bgt ya heuheu *tersenyum miris*.
Sebetulnya bisa diakalin dg memiliki ponsel yang nggak seberapa pintar, yg kameranya ga terlalu bagus, yg ga bisa diinstall macem2, tapi yaa gimana atuh ya *mbulet*
kalau buat blogger kayaknya susah ya, mbak. hihihi