Lebaran Tahun Ini

“Yan, lebaran ini kita ke Aluh-aluh aja gin, lah,” kata ibu saya jelang lebaran kemarin. Aluh-aluh adalah sebuah desa tempat nenek dan saudara-saudara ibu saya tinggal. Untuk mencapai ke sana, memerlukan waktu kurang lebih 2 jam. Biasanya saya dan ibu terlebih dahulu naik motor dan disambung naik klotok untuk bisa tiba di rumah nenek. Di masa kecil, saya kerap menghabiskan lebaran di sana. Namun sejak beberapa tahun terakhir, lebih seringnya saudara-saudara ibulah yang datang ke rumah kami.

“Ya, terserah Mama aja,” jawab saya pada ibu. Sudah cukup lama saya tidak merasakan hari pertama lebaran di rumah nenek. Selain itu, suami juga tidak mengagendakan mudik di tahun ini. Tambahan lain, almarhum ayah saya juga dimakamkan di kampung nenek. Itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa ibu saya ingin berlebaran di kampung nenek

Sayangnya, di hari H, rencana tersebut berubah total. Beberapa hari jelang lebaran, kami mendapat kabar kalau nenek terjatuh saat hendak mandi. Meski sudah berusia 80 tahun dan fisiknya semakin menurun, nenek memang kadang melakukan aktivitasnya sendiri.

Baca lebih lanjut

[Film] Mari Lari

Sepanjang hidupnya, Rio tak pernah menyelesaikan apapun yang ia mulai. Entah itu les piano di masa kecil, hingga kuliah Hukum yang terhenti hanya karena alasan tidak suka. Hal ini tentu saja membuat kedua orang tuanya kecewa, terutama sang ayah yang mantan pelari. Tak ingin malu karena memiliki anak yang gagal, sang ayah memberi ultimatum agar Rio keluar dari rumah jika tak bisa menyelesaikan kuliahnya.

Pada akhirnya, Rio harus keluar dari rumah. Untuk menyambung hidupnya, ia bekerja sebagai sales di sebuah showroom mobil mewah. Rio juga mengambil kuliah kembali di jurusan Ekonomi. Untuk tempat tinggal, Rio menempati sebuah kamar kecil di basement showroom tempatnya bekerja.

Tak ada perubahan berarti selama Rio bekerja di tempat tersebut. Rio. Ia buka sales yang pandai menjual barang. Penampilannya pun tak meyakinkan. Karena itulah tak mengherankan jika pencapaian targetnya berada jauh dia bawah sales lainnya.

Baca lebih lanjut

Kenangan tentang Bisu

“Antung, nanti kalau mau minum teh atau kopi bisa minta tolong sama Bapak ini, ya,” kata salah satu rekan kerja ketika saya baru saja menjejakkan kaki di kantor yang sekarang. Saya pandangi sosok yang dimaksud. Beliau adalah sesosok pria berusia empat puluhan dengan tinggi sedang, berkumis, dan mengenakan topi. Satu hal yang saya ketahui kemudian, beliau ternyata tuna rungu dan kerap dipanggil Bisu.

Menurut cerita yang saya dengar dari teman-teman, Bisu sudah cukup lama berada di kantor tempat saya bekerja. Sehari-harinya beliau menyediakan jasa mencucikan mobil dan motor para karyawan di kantor. Selain itu, beliau juga membuatkan minuman pagi bagi kami semua. Kadang beliau juga membersihkan WC di ruangan kami meski sebenarnya sudah ada petugas cleaning service yang ditugaskan untuk itu. Sebagai penghargaan, karyawan di departemen kemudian sepakat memberikan gaji bulanan pada beliau.

Karena kondisi beliau yang tuna rungu, maka tentu bukan hal yang mudah untuk bisa berkomunikasi dengan Bisu. Hanya ada beberapa orang di kantor yang bisa benar-benar mengerti apa yang ingin dikatakan Bisu lewat bahasa isyaratnya. Pagi itu misalnya, Bisu datang sedikit terlambat ke kantor. Setiba di kantor, dengan semangat beliau menggerak-gerakkan tangannya seolah menggambarkan sesuatu. Saya yang melihat hal tersebut hanya bisa terbengong-bengong. Oleh salah seorang teman, saya kemudian diberitahu kalau Bisu baru saja bercerita kalau ban motor yang dipakainya bocor di jalan. Karena itulah beliau terlambat tiba di kantor.

Baca lebih lanjut

Tausiyah tentang Tarawih

Selama bulan Ramadhan, kantor saya memanggil seorang ustad untuk memberikan tausiyah bagi para karyawan. Tausiyah ini diadakan di aula kantor dan wajib dihadiri para pejabat struktural. Meski begitu, jika karyawan ada yang ingin mendengar langsung isi tausiyahnya, tidak dilarang untuk ikut bergabung di aula.

Sayangnya, tak semua karyawan bersemangat untuk datang ke aula. Mungkin karena ada pekerjaan yang menunggu mereka di ruangan. Atau juga karena durasi tausiyahnya yang lumayan lama yang membuat mereka tidak bersemangat mengikuti tausiyah tersebut. Saya sendiri juga termasuk yang tidak datang ke aula tersebut 😀

Untungnya, kantor kemudian berinisiatif menyiarkan isi tausiyah dari ustad tersebut pada speaker-speaker yang dipasang di tiap departemen. Ini tentu kebijakan yang sangat baik mengingat isi dari tausiyah tersebut sangatlah baik untuk menambah pengetahuan karyawan tentang agama Islam.

Baca lebih lanjut