Cerita sebelumnya di sini.
Salah satu hal yang menguntungkan dari membuka jasa pengintai adalah Selina kini memiliki teman-teman baru. Memang tak semuanya menjadi teman akrabnya, namun setidaknya hal tersebut bisa memperluas jaringannya karena setidaknya ia masih saling berkomunikasi dengan mereka lewat jejaring sosial.
Salah satu klien yang kini menjadi teman akrab Selina adalah Vania. Gadis yang beberapa waktu yang lalu meminta bantuannya untuk menemukan pria yang disukainya itu termasuk yang cukup sering berkomunikasi dengannya. Entah itu sekadar berbalas komentar di media sosial, atau mengobrol melalui pesan pribadi. Sesekali juga Selina dan Vania bertemu untuk makan siang bersama.
Seperti saat ini, keduanya sedang menikmati sore di salah satu meja di kafe Bingo. Vania tampak semakin cantik dengan rambutnya yang kini kembali berwarna hitam. Ia juga masih mengenakan pakaian kerjanya yang sangat modis. Di hadapannya tampak Selina dengan penampilan seadanya. Ia hanya mengenakan T-shirt dan jeans belel, dengan rambut dikuncir seadanya.
“Kelihatannya kau sekarang sibuk sekali, Selina?” tanya Vania setelah menutup daftar menu di tangannya. Secangkir teh jasmine dan pancake coklat menjadi pilihannya untuk pertemuan mereka kali ini.
“Yah, begitulah. Tokoku mulai memiliki banyak pelanggan. Kurasa strategiku berjualan online cukup berhasil,” balas Selina dengan senyum lebar. Jelas ia tak bisa menyembunyikan kebanggaannya.
“Ada kabar terbaru dari Adam dan Tiara?”
“Aku belum menerima kartu pos terbaru dari Adam. Kurasa mereka sedang sibuk mempersiapkan kelahiran anak mereka. Bukan begitu?”
“Ya. Terakhir kali aku berbicara dengan Tiara, mereka baru saja mengadakan acara baby shower untuk calon bayi mereka.”
“Ah, ya. Baby shower. Pasti dia akan menerima banyak kado dari teman-teman mereka di sana” kata Selina sambil membayangkan Tiara dengan perut besarnya membuka berbagai hadiah yang diterimanya. Ia juga bisa memastikan tak lama lagi lagi sebuah kartu pos bergambar acara baby shower itu akan ada di atas mejanya.
“Kau sendiri, bagaimana persiapan pernikahanmu? Sudah beres semua?” Selina balik bertanya.
Selama dua bulan terakhir Vania memang sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Ivan. Setelah berkencan selama beberapa bulan, keduanya sepakat untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Selina sendiri sempat beberapa kali menemani gadis itu untuk memilih gaun pernikahannya. Tentunya juga sekalian untuk memilih gaun yang akan dikenakannya sebagai salah satu pagar ayu dalam pernikahan tersebut. Satu hal yang disayangkan, Tiara tidak bisa menghadiri pernikahan tersebut. “Kami tak punya dana cadangan untuk kembali ke sini,” begitu alasannya
“Ah, ya. Berhubung kau sudah menanyakannya.” Vania kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam tas tangannya. Sebuah undangan dengan perpaduan warna hitam dan abu-abu dengan dengan ukiran nama di bagian depannya. Pada bagian dalam terdapat foto Vania dan Ivan di kedua sisi undangan.
“Bagaimana menurutmu?”
“Bagus. Sederhana namun tetap terlihat elegan,” jawab Selina setelah membolak-balik undangan yang diserahkan Vania padanya.
Vania tersenyum puas mendengar jawaban Selina.
“Kadang aku masih tidak bisa membayangkan bisa melalui masa-masa ini. Kau tahu, kan. Katanya masa-masa persiapan pernikahan itu termasuk yang paling berat. Banyak ujian dan rasa was-was menghampiri.”
“Betulkah begitu? Aku tidak tahu.”
“Aku juga dulunya tidak terlalu percaya dengan hal tersebut Selina. Tapi setelah menjalaninya sendiri, aku sadar kalau kata-kata tersebut ada benarnya. Aku mendadak tersadar kalau kalau sebentar lagi aku takkan bisa menguasai tempat tidurku sendiri. Akan ada yang akan membuat kamarku berantakan. Aku juga mungkin akan kehilangan waktu untuk hang out bersama teman-temanku. Jujur, semua ini membuatku dilanda panik.”
Mendadak ingatan Selina terbang pada persiapan pernikahan Adam dan Tiara beberapa bulan lalu, juga pada pembicaraannya dengan Adam di malam sebelum pernikahan. Persiapan pernikahan mereka begitu singkat hingga bahkan keduanya tak memiliki kesempatan untuk berpikir kembali.
Saat keduanya sedang sibuk dengan pikiran mereka sendiri, tiba-tiba saja ponsel Selina berdering. Selina segera merogoh ke dalam tasnya. Nama Sony tampak tertera di layar ponselnya. Segera saja ia menerima panggilan tersebut.
“Ya, Sony? Ada apa?
“Aku sedang bersama temanku.
“Ya. Aku sudah memeriksa berkas yang kau berikan. Aku belum menemukan hal yang mencurigakan dari mereka.
“Ke tempatmu? Umm, bagaimana kalau minggu depan? Ada beberapa hal yang harus kuselesaikan di tokoku.
“Ya. Tentu saja. Sampai jumpa.”
“Klien baru, eh?” Tanya Vania setelah Selina memasukkan kembali ponsel ke dalam tasnya.
“Ya.”
“Seorang pria?” Ada nada tertarik dalam pertanyaan Vania kali ini.
“Begitulah. Ibuku memaksaku berkenalan dengannya. Kemudian dia malah memintaku memecahkan masalah di kantornya,” Selina menjelaskan dengan ringkas proses perkenalanannya dengan Adam.
“Apakah dia tampan?” Kali ini Vania jelas-jelas tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
“Jangan berpikiran macam-macam, Vania,” Selina menjawab sambil mengaduk-aduk jus jeruk yang baru saja diletakkan di atas mejanya.
“Aku tidak berpikiran macam-macam. Ayolah, Selina. Apa salahnya kalau kau mulai membuka dirimu. Umurmu sudah dua lima. Memangnya sampai kapan kau mau menyandang status lajang?”
Selina hanya bisa menghela nafasnya. Lihat! Bahkan Vania pun kini mulai menceramahinya.
***
Kartu pos dari Adam tiba tepat satu hari setelah pertemuan Selina dengan Vania. Seperti yang diduganya, pada kartu pos tersebut terlihat gambar Tiara yang tersenyum lebar dengan perutnya yang membesar, dikelilingi aneka macam hadiah untuk calon bayinya. Di sampingnya tampak Adam dengan senyum yang tak kalah sumringahnya. Jika Selina tak salah lihat, sahabatnya itu terlihat lebih gemuk dari yang pernah diingatnya.
“Katamu kau tak mungkin jadi gemuk. Lihatlah sekarang perutmu sudah mulai membesar,” kata Selina ketika melihat foto tersebut.
Selina kemudian membuka laptopnya. Selain melengkapi blog toko bayinya, ia berniat mengirim surel pada Adam. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali Selina mengirim surel pada sahabatnya itu. Selina ingat ia memutuskan untuk tak lagi merecoki Adam dengan ceritanya tepat setelah Adam kembali ke London. Ia merasa tak enak jika terus-terusan curhat pada Adam.
Namun untuk kali ini Selina merasa perlu untuk bercerita. Tak adil rasanya jika orang lain mengetahui lebih dahulu tentang Sony. Maka sembari menghela nafasnya, Selina pun mulai menuliskan beberapa kejadian yang tak sempat ia ceritakan pada Adam selama beberapa bulan terakhir.
Dear Adam,
Lama sekali rasanya bukan setelah surat terakhirku padamu? Aku baru saja menerima kartu pos yang kau kirimkan. Tiara terlihat sangat cantik dengan perutnya. Dan kau, ugh sejak kapan kau jadi gemuk begitu? Rupanya kutukan pria yang menikah berlaku juga untukmu, eh?
Ada beberapa hal yang ingin kuceritakan padamu. Kau tahu bukan kalau sekarang toko perlengkapan bayiku sudah semakin ramai? Senang sekali rasanya menyadari kalau aku bisa menjalankan toko ini dengan baik ^_^
Oya, beberapa waktu yang lalu ibu memaksaku berkenalan dengan seorang pria putra kenalannya. Kau tahu kan ibuku tak pernah bisa ditolak? Maka dengan terpaksa aku datang ke pertemuan itu. Pertemuan yang berantakan karena pria itu bahkan tak berminat berbicara padaku. Karena kesal, aku memutuskan meninggalkan pria itu seorang diri bahkan sebelum kami memesan makanan.
Besoknya secara tak diduga pria itu –Sony namanya- datang ke tokoku. Dia datang untuk minta maaf atas perlakuannya malam sebelumnya. Kurasa ibuku yang memintanya melakukan itu. Dia kemudian mentraktirku makan siang di warung makan dekat toko. Dia juga menceritakan alasan mengapa ia tak menghiraukan kehadiranku di malam pertemuan kami.
Ternyata sebuah peristiwa terjadi di kantornya saat kami bertemu! Sebuah berkas penting hilang dari brankas kantornya. Sony kemudian meminta bantuanku untuk menemukan siapa pencuri itu. Aku memutuskan untuk menerima tawarannya karena merasa ini cukup menantang. Minggu depan aku akan bertemu lagi dengan Sony untuk menyampaikan perkembangan penyelidikanku. Doakan aku semoga berhasil, okay!
NB :
Kartu undangan Vania dan Evan sudah siap. Kami masih berharap kau dan Tiara bisa menghadiri pernikahan mereka.
Ping balik: [Selina Story] Investigasi Pertama – part 2 | SAVING MY MEMORIES
tpai harus hati2 juga kan ya ama pengintai itu takutnya dimanfaatkan oknum yg tak jelas
iya. makanya Selina rada pilih-pilih kasus. hehe
Adam itu mantannya Selina ya.. ?
Bukan. Sahabat yang dicintai Selina
calonnya vania itu Ivan atau Evan. beda antara di tengah dan akhir cerita.
nunggu balasan email Adam nih. BTW jadi ingat kalau ada lomba balas email di stiletto. cuma saya nggak nyimpan linknya di laptop. hadiahnya sepatu
haa typo. hihi
gemes ah dengan selina, ayo …masak begitu ajaaa!!!!
Kan masih awal-awal, mas. Hehe