Cerita sebelumnya di sini.
Penunjuk waktu di laptop Selina menunjukkan angka 11.53 ketika sosok itu hadir di toko miliknya. Mengenakan setelan jas lengkap dengan dasinya, kulit kecoklatan, dengan tinggi badan kurang lebih lima sentimeter di atas Selina. Saat sosoknya memasuki ruangan, disapukannya pandangan ke seluruh ruangan sebelum akhirnya melangkahkan kaki menuju tempat persembunyian Selina.
“Selina…”
Menghentikan pekerjannya, Selina mendongak ke arah pemilik suara.
“Kau?” katanya kemudian. Tak mungkin rasanya bagi Selina untuk melupakan sosok yang sedang berdiri di hadapannya saat ini. Bayangan kejadian menyebalkan malam sebelumnya langsung hadir kembali di kepalanya.
“Aku datang untuk minta maaf,” ujar sosok itu lagi.
Selina menatap sosok di hadapannya. Dibandingkan malam sebelumnya, kali ini ia bisa memandang sosok tersebut dengan lebih seksama. Wajahnya bulat telur dengan sepasang mata yang dinaungi bulu mata yang lentik. Sebuah hal yang cukup membuat Selina iri sebagai perempuan. Setelan yang dikenakannya juga terlihat cukup menambah pesona pada dirinya. Yah kalau boleh jujur, sebenarnya penampilan pria bisa dibilang cukup menarik.
“Ibuku yang memintamu kesini?” Tanya Selina lagi sembari melanjutkan pekerjaannya. Layar di hadapannya kini memperlihatkan foto beberapa katalog baru Selina Baby Shop yang baru saja diunggahnya ke halaman blog toko miliknya tersebut. Sejak mendirikan Selina Baby Shop beberapa bulan yang lalu, kehadiran blog yang dibuatnya dalam rangka promosi ini ternyata cukup membantu penjualan di Selina Baby Shop. Bahkan bisa dibilang melalui blog yang dibuatnya ini, Selina mendapatkan lebih banyak pelanggan yang berasal dari luar kota. Kini, blognya tersebut tak hanya berfungsi menampilkan foto-foto perlengkapan bayi yang dijualnya, namun juga telah menjadi sebuah toko bayi online yang cukup sering mendapat order. Yah, bukan hal aneh sebenarnya. Sekarang ini orang lebih senang berbelanja online ketimbang repot-repot melangkahkan kaki keluar dari rumah mereka. Tinggal beberapa kali klik, tunggu beberapa hari, dan barang keinginanmu pun tiba di tanganmu.
“Tidak. Aku datang dengan inisiatif sendiri. Kau tidak keberatan kalau aku mentraktirmu makan siang? Aku sungguh merasa tak enak dengan kejadian tadi malam.” Sony berkata lagi.
Selina menghentikan pekerjaannya. Pria di hadapannya ini, malam sebelumnya sukses membuatnya jengkel setengah mati dengan kelakuannya. Dan kali ini, dengan penuh percaya diri ia mengajak dirinya untuk makan siang bersama. Sungguh tindakan yang sangat berani! Meski begitu, entah mengapa Selina malah semakin penasaran dengan sosok pria di hadapannya tersebut.
“Bagaimana aku bisa yakin kau tidak akan mengacuhkanku lagi seperti tadi malam?” tanyanya kemudian.
Sony kemudian merogoh sesuatu dari kantong kemejanya.
“Ini ponselku. Aku akan mematikannya sekarang. Dengan begitu kau tak perlu khawatir aku akan sibuk dengan ponselku selama kita makan siang.”
***
Kedai Marissa menjadi pilihan Selina untuk makan siang. Kedai ini merupakan sebuah kedai mungil yang kerap dikunjungi para karyawan toko maupun perusahaan yang berada di daerah tempat toko Selina berdiri. Letaknya hanya beberapa puluh meter dari toko Selina dan hanya menyediakan makan siang dengan menu yang sangat standar. Nasi campur dengan tambahan ayam atau ikan goreng. Kedai ini merupakan pilihan favorit Selina jika dirinya sedang malas memasak makan siangnya sendiri.
Karena letaknya yang cukup dekat, keduanya memutuskan untuk berjalan kaki saja. Sony, yang sebelumnya mengenakan setelan jas lengkap dengan dasinya kini terlihat lebih santai setelah menanggalkan jas dan dari yang dikenakannya. Selina sendiri saat akan berangkat menyempatkan diri mengenakan cardigan tipis untuk melindungi kulitnya dari sengatan matahari. Sebuah tas mungil tersampir di pundaknya. Selain dompet dan ponsel, dalam tas tersebut juga terdapat ponsel Sony yang dimintanya sebelum berangkat. “Aku tak mau mengambil risiko. Akan lebih aman jika ponsel ini kupegang selama kita makan siang,” begitu katanya pada Sony, yang sekaligus menandakan persetujuannya untuk makan siang bersama.
Jika ditanya alasannya mengapa bersedia menerima ajakan Sony untuk makan siang, jujur Selina tidak pun tidak bisa menjawabnya. Setelah gagalnya makan malam mereka tadi malam, tak terbersit satupun keinginan Selina untuk bertemu lagi dengan pria tersebut. Jelas baginya kalau pria yang ingin dikenalkan ibunya tersebut tidak berminat padanya. Bukannya Selina berharap lebih. Toh seperti yang dikatakannya pada ibunya, dia tidak berminat untuk menjalin hubungan dengan pria manapun, apalagi melalui proses perjodohan. Tapi tetap saja, mendapati dirimu diacuhkan bukanlah hal yang menyenangkan dan cukup membuat harga dirinya terluka.
Namun, saat mendapati Sony datang ke tokonya untuk meminta maaf, entah mengapa Selina merasakan adanya ketulusan dari pria itu. Ditambah lagi dengan penampilan pria tersebut yang ternyata cukup menarik dan perut yang sudah saatnya minta diisi, membuat Selina seolah tak bisa menolak tawaran darinya.
Setelah perjalanan lima menit yang sunyi, keduanya akhirnya tiba di Kedai Marisa. Layaknya kedai nasi campur lainnya, pada jam istirahat seperti ini kedai Marisa sudah dipenuhi para pelanggannya. Beberapa meja dengan empat kursi plastik tampak sudah diisi oleh orang-orang yang sedang makan dengan lahapnya. Sementara di bagian etalase, tampak beberapa orang mengantri untuk memesan makanan. Selina melirik Sony yang sedang berdiri di sebelahnya. Dari ekspresi yang diperlihatkannya, Selina cukup yakin pria tersebut cukup terkejut dengan tempat makan yang menjadi pilihan Selina untuk makan siang mereka.
“Kupikir kau akan mengajak tempat makan yang lebih mahal,” kata Sony setelah keduanya berhasil memesan makanan dan menemukan tempat duduk yang kosong di salah satu sudut kedai Marissa. Di sekitar mereka, meja-meja masih dipenuhi pengunjung dan beberapa pegawai kedai tampak sibuk mengantarkan minuman yang dipesan para pengunjung.
Selina tersenyum. “Seharusnya begitu. Tapi aku sedang tak berminat makan di tempat yang mahal,” katanya sebelum menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
“Kau tidak ingin tahu alasanku mengacuhkanmu tadi malam?” tanya Sony kemudian.
“Bukankah sudah jelas? Kau tidak tertarik padaku.”
Mendengar jawaban Selina, sontak terdengar suara tawa dari Sony. “Jadi begitu pemikiranmu?”
“Apalagi? Saat seseorang tidak menyukai sesuatu di hadapannya, dia akan berusaha mengalihkan perhatian dari hal tersebut, atau membuat dirinya terlihat menyebalkan. Aku cukup sering melakukannya.”
Sony hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Selina. “Kalau aku tidak tertarik padamu, aku takkan repot-repot meminta maaf dan mentraktirmu makan siang,” katanya kemudian.
“Hmm.. benar juga. Jadi apa alasanmu?” Meski awalnya tak ingin tahu, kali ini mau tak mau Selina bertanya juga alasan yang ingin disampaikan Sony padanya.
“Ada masalah di kantorku. Sebuah berkas penting hilang dan kami tak menemukan siapa pencurinya.”
Mendengar alasan yang diberikan Sony, Selina tiba-tiba teringat pada informasi yang sempat diberikan ibunya padanya saat mengajukan nama Sony beberapa hari sebelumnya. “Dia seorang pengusaha muda, sama seperti ayahnya. Bidang usahanya adalah jasa periklanan. Kata ayahnya, saat ini usaha yang sedang digelutinya tersebut sedang berkembang pesat. Siapa tahu kau bisa belajar bisnis darinya,” kata ibunya saat itu.
“Jadi karena berkas yang hilang itu kau sibuk menghubungi anak buahmu dan mengacuhkanku?” tanya Selina kemudian.
“Begitulah. Bisa dibilang tadi malam benar-benar saat yang tidak tepat untuk pertemuan pertama kita.”
Selina mengangguk-anggukkan kepalanya. “Baiklah. Alasanmu bisa kuterima,” katanya kemudian.
“Dan sebenarnya, selain meminta maaf, aku bermaksud meminta bantuan darimu, Selina.”
Untuk kali ini, Selina menghentikan kegiatan makannya. Ditatapnya wajah Sony yang duduk di hadapannya. “Bantuan? Maksudmu?”
“Aku ingin menggunakan jasa pengintaimu untuk menemukan siapa pencuri di kantorku.”
wah… selina dapat job pengintaian lagi.
diterima nggak yah?
tunggu cerita selanjutnya 😉
datang kalau ada butuhnya aja ni..cowok minta dijitak
haha iya bener banget 😀
Selina buka jasa pengintai jg mba …. 😀
iya. dia sebelum buka toko bayi buka jasa pengintai juga 🙂
ini tantangan buat Selina, bisa bersikap profesional tanpa mengikutsertakan “hati” atau tidak.
benar banget, dok 🙂
Duh jadi mata-mata 😀
wah, kayaknya bakal jadi pembaca setia nih. 🙂
oya, di scene 2 paragraf 2 ada typo dasi = dari.
makasih koreksinya. doain semoga bisa lancar nulisnya ya 🙂
iya mba, sama2. didoain semoga bisa jadi novel deh 😀
aamiin 🙂
“Ini ponselku. Aku akan mematikannya sekarang… Hahaha – apa iya, ponsel kini jadi ‘pengganggu suasana sahdu? Atau cuman alasan lain alias jadi kambing hitam?
Hapeku sayang, hapeku malang … 😦
kalau sekarang kenyataannya memang ponsel itu sudah bikin orang lupa sama sekitarnya 🙂
akhirnya Selina berlanjut lagi…
iya. semoga bisa sampai selesai nulisnya 🙂
Amin. Ditunggu lanjutannya mba
ditunggu cerita selanjutnya
semoga idenya lancar yaa 🙂
Ping balik: [Selina Story] Memikirkan Tawaran | SAVING MY MEMORIES