Dan Pria Idaman Itu Kini Telah Menikah

Pria idaman itu kini telah menikah.

Setelah bertahun-tahun masa pencarian, akhirnya hatinya tertambat pada seorang gadis cantik yang usianya sebelas tahun lebih muda darinya. Keduanya sudah saling mengenal sejak si gadis masih duduk di bangku SMP. Kala itu mungkin tak pernah terbersit di kepala sang pria bahwa si gadis pada akhirnya akan menjadi pilihan hatinya. Baginya mungkin si gadis tak lebih dari seorang adik yang tak hanya cantik namun juga memiliki otak yang cemerlang.

Bertahun-tahun berlalu. Sang pria idaman kemudian dipertemukan kembali dengan si gadis kecil. Kecantikannya semakin bertambah seiring pertambahan umurnya. Begitu pula kedewasaannya. Kerapnya pertemuan membuatnya semakin dekat dengan si gadis kecil. Hingga kemudian sampailah ia pada kesimpulan, mungkinkah si gadis kecil inilah yang ia cari selama ini?

Baca lebih lanjut

[Selina Story] Broken Date

Cerita sebelumnya di sini.

Selina menatap daftar menu di tangannya. Entah sudah berapa kali ia membolak-balik lembaran kertas tersebut, namun belum juga ia bisa memutuskan menu apa yang akan ia pilih. Padahal pada lembaran-lembaran kertas berwarna yang dilaminasi tersebut terdapat aneka jenis makanan yang sangat menggugah selera (yah, setidaknya dari foto yang ditampilkan). Mulai dari cemilan ringan seperti kentang goreng, aneka pasta kesukaan Selina, hingga es krim aneka rasa. Bahkan jika Selina hanya ingin meminum jus sekalipun, daftar menu yang diberikan tak kalah panjang dengan daftar makanannya.

Masih sambil membolak-balik daftar menu, Selina melirik ke arah pria yang duduk di hadapannya. Pria itu tampak masih sibuk mengetikkan sesuatu pada ponsel miliknya. Sejak mereka menginjakkan kaki di kafe tersebut, pria di hadapannya ini tak bisa lepas dari ponselnya. Entah apa saja yang diketiknya pada layar benda segi empat panjang tersebut. Jika tidak mengingat ini adalah pertemuan pertama mereka, mungkin sudah sejak beberapa menit yang lalu Selina mengambil ponsel tersebut dari tangan si pria, dan melemparkannya sejauh mungkin.

Selina kini menghela nafasnya. Sudah sepuluh menit berlalu, dan pria di hadapannya masih saja sibuk dengan ponselnya. Ini takkan berhasil, katanya dalam hati. Siapapun pasti takkan merasa nyaman jika kehadirannya tak dipedulikan, apalagi jika orang itu sudah susah payah mempersiapkan dirinya untuk pertemuan ini. Akhirnya Selina pun menutup daftar menu di tangannya. Pada pramusaji yang sejak beberapa menit lalu menunggunya, ia berkata, “Maaf, Mbak. Sepertinya saya tidak jadi makan di sini.” Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Selina pun meninggalkan mejanya. Dia bahkan tak mau repot-repot berpamitan pada pria yang sebelumnya duduk di hadapannya.

***

Baca lebih lanjut

BBM yang tak lelet lagi

Saat BBM mengeluarkan produk untuk android-nya beberapa bulan yang lalu, tanpa perlu pikir panjang saya pun langsung mengikuti langkah teman-teman yang mengunduh dan menginstal-nya di ponsel. Alhamdulillah kala itu saya tak mengalami kesulitan dalam penginstalan aplikasi ini. Memang, sih, saya harus beberapa kali memasukkan alamat email yang diperlukan. Namun setidaknya saya tak harus menunggu sampai beberapa hari sampai akhirnya mendapatkan verifikasi seperti beberapa teman saya yang lain.

Sayangnya, meski aplikasi BBM tersebut telah berhasil terinstal, hingga beberapa bulan berikutnya saya tak bisa menggunakannya dengan maksimal. Leletnya jaringan menjadi alasan ketidakmaksimalan ini. Bayangkan untuk mengirim satu pesan saja, saya harus menunggu hingga dua hari untuk bisa terbaca oleh teman-teman. Beberapa teman bahkan sempat bertanya apakah aplikasi BBM saya masih aktif atau tidak? Saya sendiri kemudian hanya bisa memberi jawaban kalau paket internet yang saya gunakan tidak memungkinkan saya untuk bisa lancar BBM-an.

Mulanya, saya tak terlalu mempedulikan lemotnya aplikasi BBM saya ini. Toh saya masih bisa pakai whatsapp, begitu kata saya. Namun kemudian, saya menyadari bahwa leletnya BBM di ponsel saya bukan semata-mata disebabkan oleh paket data yang pas-pasan. Ini saya sadari setelah saya baru saja membeli paket data beberapa waktu yang lalu. Saat itu, bahkan di saat quota yang digunakan masih di bawah batas maksimal, BBM saya tetap tak bisa menampilkan update status dari teman-teman. Karena penasaran, saya pun akhirnya memutuskan bertanya Nora, salah satu rekan di kantor yang dulunya juga adik tingkat saya.

Baca lebih lanjut

Dil Chahta Hai – Siddharth

Aku bertemu Tara Jaiswal dalam perjalanan pulang. Saat itu dirinya sedang kerepotan memindahkan koper-koper besar miliknya ke rumah yang akan ditempatinya. Sempat kutawarkan diri untuk membantunya. Namun wanita itu menolaknya. Barulah saat gagang kopernya patah, ia menyerah dan menemukanku yang sedang memperhatikannya dari kap sebuah mobil.

Ada banyak barang yang dibawaTara. Namun yang paling menarik perhatianku adalah tiga lukisan yang tersimpan dalam salah satu kopernya. Ketiga benda tersebut membuatku merasa perlu memberitahunya sebuah kebenaran. “Aku seorang pelukis,” begitu jawabku ketika Tara bertanya tentang kegiatanku sehari-hari. Dan seperti yang sudah kuduga, Tara tampak antusias dan langsung meminta izin untuk bisa melihat lukisanku.

Saat setuju untuk menunjukkan lukisanku pada Tara, aku tak pernah menyangka bahwa saat itu pula aku menunjukkan sisi terdalam diriku padanya. “Kau bertemu orang-orang, berbicara dan tertawa dengan mereka. Namun ada sebuah dunia dalam dirimu, yang penuh dengan mimpi, fantasi, yang tidak kau bagi dengan orang lain. Bahkan mungkin mereka yang mengaku mengenalmu sebenarnya tak benar-benar mengenalmu,” begitu katanya saat memandangi lukisanku.

Baca lebih lanjut