[FF] Cerita Favorit Ayah

Pada setiap peringatan ulang tahun pernikahan mereka, ayah memiliki kebiasaan untuk menceritakan kembali proses bagaimana ia bertemu dengan ibuku. Aku tak ingat pasti sejak kapan kebiasaan ini dilakukan. Yang kuingat, pada jam makan malam kami bertiga akan berkumpul bersama di meja makan. Ayah duduk di tengah-tengah sementara aku dan ibu mengapitnya di kiri dan kanan. Sambil menunggu ibu memilihkan lauk untuknya, ayah akan mulai bercerita. Ada banyak versi dari kalimat pembuka yang dipilih ayah untuk memulai ceritanya. Namun yang kutahu, ada satu kalimat yang tak pernah berubah setiap kali ayah bercerita tentang pertemuannya dengan ibu.

“Kau tahu, Naila? Cuma perlu waktu tiga menit bagi ayah untuk yakin bahwa ibumu akan menjadi jodoh ayah. Tiga menit!” Dan setelah mengucapkan kalimat tersebut, ayah pun menatap ibu yang tersenyum di sampingnya dengan penuh cinta.

Bagiku sendiri, sebenarnya tidak ada yang istimewa dari kisah cinta ayah dan ibu. Ia layaknya kisah-kisah cinta lain di masa lalu, dengan roman tersembunyinya. Ayah bertemu ibu saat sedang bertamu ke rumah salah satu kawan kuliahnya. Bukan. Ibu bukanlah adik dari kawan kuliahnya. Ibu adalah putri dari tetangga yang kebetulan datang ke rumah kawan ayah di hari itu. Dengan membawa semangkuk bubur di tangannya, ibu berhasil membuat ayahku jatuh cinta dengan senyum indahnya. Aku tak tahu seberapa akurat waktu tiga menit yang selalu disebut ayah dalam ceritanya. Yang kutahu, ibu memang memiliki senyun yang bisa memikat siapa saja yang melihatnya.


Setelah ibu meninggal dua tahun yang lalu, ayah tetap menjalankan kebiasaannya. Bahkan bisa dibilang kebiasaannya tersebut semakin parah saja setiap harinya. Ayah tak hanya bercerita di peringatan ulang tahun pernikahannya dengan ibu. Dia juga akan mengulang cerita yang sama di hari peringatan ulang tahun ibuku dan peringatan kematian ibu. Belakangan, ayah bahkan bercerita tentang pertemuannya dengan ibu di hari ulang tahunku!

Aku sendiri sebenarnya tak ada masalah dengan kebiasaan ayah ini. Bertahun-tahun mendengarkan cerita yang sama, kini aku sudah menganggap cerita ayah seperti jadwal makan sehari-hari. Bahkan ketika di hari pernikahanku ayah mengisinya dengan cerita pertemuannya dengan ibu, aku hanya menanggapinya  tersenyum. Beruntung mas Tio, suamiku, juga bisa memahami hal ini dan berkata, “Ayahmu sangat mencintai ibumu. Pasti saat ini dia sangat merindukannya.” Aku lagi-lagi hanya tersenyum sambil menahan berat hiasan di kepalaku.

Awalnya kupikir setelah putri tunggalnya menikah, ayah akan mengurangi kebiasaannya bercerita tentang ibu. Maksudku, sekarang kan sudah ada suamiku yang bisa menemaninya berbincang. Nyatanya aku salah! Ayah tetap dengan kebiasaannya. Dan mas Tio, demi penghormatannya pada ayah mertua, dengan cukup sabar mendengarkan cerita ayah dan setiap obrolan mereka.

Tiga tahun setelah pernikahanku, ayah meninggal. Beliau pergi sambil memeluk foto ibu yang memang selalu menemani tidurnya. Sebelum meninggal beliau berpesan agar sebelum ia dimakamkan aku bersedia menceritakan kembali cerita yang pernah kudengar sejak masih balita tersebut. Aku dan mas Tio menjalankan permintaan ayah tersebut dengan baik. Dengan selembar kertas di tangan, mata berair dan suara yang bergetar kubacakan kembali cerita pertemuan ayah dengan ibu. Masih terngiang dengan jelas kalimat yang selalu diucapkan ayah saat bercerita tentang pertemuannya dengan ibu padaku. “Kau tahu, Naila? Cuma perlu waktu tiga menit bagi ayah untuk yakin bahwa ibumu akan menjadi jodoh ayah. Tiga menit!” Dan usai menceritakan kembali cerita ayah tersebut, aku pun tersungkur ke bumi.

24 pemikiran pada “[FF] Cerita Favorit Ayah

Tinggalkan Balasan ke tinsyam Batalkan balasan