Terjebak Romantisme

Saat kuliah dulu, saya memiliki seorang teman pria. Mulanya saya tak pernah terpikir akan akrab dengannya, mengingat kami berasal dari sekolah yang berbeda. Namun layaknya teman kuliah yang lain, rangkaian tugas kuliah dan kelas yang sama menjadikan saya mulai akrab dengannya, meski kadarnya hanya teman biasa.

Satu malam, dia datang ke kost saya untuk meminjam bahan kuliah. Ada banyak hal yang kami bicarakan malam itu. Mulai dari tugas kuliah hingga tentunya teman-teman satu angkatan. Yang mengejutkan, teman saya ini dengan entengnya menebak pria yang saat itu saya taksir. “Kamu naksir si itu, kan?” Tanyanya kala itu. Karena tak pandai berbohong, akhirnya saya iyakan saja pertanyaannya tersebut.

Sejak saat itu hubungan saya dengan teman saya tersebut jadi semakin akrab. Saya kerap curhat padanya. Dia juga memberikan respon yang baik atas curhat-curhat saya tersebut. Dan pelan tapi pasti, saya pun memiliki harapan yang berlebih padanya.

Sayangnya, karena satu kejadian harapan saya pada teman saya ini harus luruh. Intinya sih, dia mengetahui perasaan saya padanya. Saat itu. dengan tegas mengatakan kalau selama ini dia hanya menganggap saya teman biasa. Saya pun patah hati, dan bisa ditebak setelah itu hubungan saya dengannya tak lagi sama.

Baca lebih lanjut