Jangan buang kotak processor anda!

Setelah laptop pertama saya rusak sekitar tahun 2011 yang lalu, akhirnya saya memutuskan untuk membeli komputer baru sebagai pengganti laptop, juga sekalian upgrading dari komputer lama yang spesifikasinya terasa semakin rendah. Saat itu, dengan bantuan teknisi yang sering dipanggil di kantor adik saya, akhirnya terbelilah komputer dengan processor i3, hard disk 500 gb dan memory sekitar 4 (atau 2?) GB. Harapan saya kala itu, dengan spesifikasi yang dipilih di komputer cukup kuat untuk mengimbangi game online yang dimainkan adik laki-laki saya setiap harinya.

Nyatanya, belum lagi dua tahun usianya, si komputer ini sudah KO. Hal ini bermula ketika adik saya mengeluhkan komputer yang tidak bisa dinyalakan. Komputer pun diantar ke tempat service yang terletak di dekat kantor lama. Oleh teknisi, didiagnosa kalau power supply-lah yang menjadi penyebab komputer tidak bisa menyala. “Yah, kalau ganti power supply sih kayaknya masih sanggup,” begitu kata saya saat mengetahui hasil diagnosa tersebut. Pada Jun -OB kantor lama-, saya pun menyerahkan sejumlah uang untuk pembayaran penggantian power supply komputer saya sementara saya pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan.

Sorenya, Jun memberi tahu saya kalau ternyata bukan power supply yang menjadi sumber masalah komputer saya. Jun juga mengatakan kalau komputer saya dikirim ke pihak distributor untuk didiagnosa lebih lanjut mengingat processor yang ada di dalamnya masih berada dalam masa garansi. Mendengar hal tersebut, saya hanya bisa pasrah sambil berharap tidak ada kerusakan yang berat pada komputer saya.

Kemudian, setelah hampir satu bulan tak ada kabar, saya putuskan untuk menghubungi pihak service komputer tersebut. Saat saya tanyakan bagaimana kabar komputer saya, inilah kira-kira jawaban dari pihak service komputer. “Maaf, Mbak. Setelah diperiksa ternyata yang rusak adalah processor-nya. Pihak distributor mau mengganti dengan processor yang baru dengan syarat Mbak bisa menunjukkan kotak processor yang ada.” Baca lebih lanjut