Celine menatap bayangannya di cermin berukuran seluruh badan yang ada di hadapannya. Diperhatikannya kembali pakaian yang dikenakannya malam ini. Malam ini dia memilih mengenakan midi dress berwarna soft pink dengan motif garis-garis dan sabuk kecil berwarna hitam yang melilit pinggangnya. Seperti biasa, sepasang sepatu balerina menjadi pilihan favoritnya, kali ini berwarna merah tua, dengan sebuah pita hitam di ujungnya. Sepatu ini dibeli Celine dengan harga lima puluh ribu di pedagang sepatu langganannya.
Rambutnya juga sudah tertata rapi. Tak ada yang istimewa sebenarnya. Celine hanya membiarkan rambutnya tergerai melewati pundaknya. Bagian poninya beberapa hari yang lalu sempat menutupi mata kini dirapikan dan dibentuk menjadi poni lempar.
Celine kemudian mengambil kamera saku di tasnya dan mengambil foto wajahnya untuk mengecek apakah make up yang dikenakannya sudah cukup terlihat. Sebenarnya Celine bukan orang yang gemar mengenakan make up. Bahkan biasanya dia hanya memoleskan bedak tipis dan sedikit lipstik pada bibirnya. Namun untuk hari ini, seperti yang dikatakan Lola, setidaknya Celine harus terlihat lebih cantik dari biasanya. “Percuma dong aku ngerayu-rayu kak Lutfi biar mau minjamin handycam kalau kamu penampilannya biasa aja,” begitu kata Lola padanya.
Akhirnya, setelah merasa cukup dengan puas dengan penampilannya, Celine memutuskan keluar dari ruangan tersebut. Di depan pintu, ia bertemu dengan Lara, salah satu pramusaji kafe yang cukup akrab dengannya. Melihat penampilannya malam itu Lara tersenyum sambil mengacungkan jempolnya pada Celine.