Sherlocked

Dalam episode pertama di musim kedua -Scandal of Belgravia-, Sherlock harus berhadapan dengan Irene Adler, seorang wanita cantik yang menyimpan beberapa foto skandal putri orang penting dalam ponsel miliknya. Seperti biasa, dengan kemampuan deduksinya, tak sulit bagi Sherlock untuk mengetahui lokasi penyimpanan ponsel dan bahkan kombinasi kode dari kotak penyimpanan tersebut. Yang jadi masalah, ternyata ponsel tersebut juga terkunci dengan kode I AM _ _ _ _ LOCKED.

Selain harus menemukan kode dari ponsel milik Irene, ada masalah lain yang juga dihadapi Sherlock. Irene ternyata cukup berhasil menarik perhatiannya. Biasanya Sherlock tak pernah tertarik dengan perempuan. Bahkan dalam pertemuan pertamanya dengan John, ia berkata wanita tidak termasuk dalam areanya. Namun Irene, dengan segala kecerdikannya berhasil menjungkirbalikkan hidup Sherlock, meski hanya sesaat.

Pada akhirnya -setelah sempat merasa kalah- Sherlock pun berhasil menemukan kode pembuka dari ponsel milik Irene. Dan siapa sangka ternyata kode tersebut secara lengkap berbunyi I AM SHER LOCKED (jenius banget ini idenya :D). Sebuah kode yang menunjukkan posisi Sherlock di hati Irene. Berikut adalah kutipan dialog favorit saya pada episode tersebut.

Baca lebih lanjut

Hari terakhir di kantor

Kemarin adalah hari terakhir saya bekerja di kantor lama. Yah, setelah hampir enam tahun mengais rezeki di sana, akhirnya tiba juga waktunya bagi saya untuk mengucapkan selamat tinggal. Saya bahkan masih tak percaya pada akhirnya saya harus keluar dari zona nyaman saya tersebut.

Kenapa saya menyebutnya zona nyaman? Karena memang kantor saya itu benar-benar memiliki peraturan yang longgar. Saya bisa masuk jam setengah sembilan, bisa ijin keluar kantor kapan saja, bisa donlot film sepuasnya pakai baju kerja sesuai keinginan saya, dan bekerja tanpa banyak tekanan.

Hal-hal di atas bisa jadi tidak bisa saya dapatkan lagi di kantor baru lagi. Saya akan masuk lebih pagi, bekerja dengan pakaian yang sama setiap harinya, sepatu juga harus formal, dan jelas peraturan juga pasti lebih ketat. Kadang jika mengingat bahwa saya datang dari perusahaan kecil membuat saya sedikit takut dengan bagaimana saya akan survive di kantor baru nanti.

Baca lebih lanjut

Tentang Ta’aruf

“Siapa yang sudah memasukkan proposal?”

Pertanyaan tersebut menjadi pembuka dari pertemuan saya dan kawan-kawan pengajian kemarin. Pertanyaan singkat namun langsung berkembang menjadi diskusi menarik dan sukses membuat kami semua lupa waktu. Wajar saja tentunya. Mengingat hampir semua dari kami berada pada usia pertengahan dua puluhan dan sudah sepantasnya menikah.

Proposal yang dimaksud sendiri adalah lembaran kertas berisi biodata yang dikirimkan pada sebuah lembaga pernikahan di perkumpulan yang saya ikuti tersebut. Proposal yang dikirim tersebut nantinya akan diproses oleh para pengurus lembaga dan jika mereka menemukan calon yang cocok bagi pengirim proposal, maka akan dilanjutkan dengan proses ta’aruf yang jika cocok akan naik lagi ke jenjang pernikahan.

Nah, yang menarik dari pertemuan kemarin adalah adanya pembahasan tentang proses dari ta’aruf lewat lembaga pernikahan ini. Saya secara pribadi memang selalu penasaran dengan yang namanya ta’aruf ini. Mulai dari bagaimana teknisnya pertemuannya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, hingga bagaimana akhirnya proses tersebut berakhir dengan diucapkannya akad nikah. Yah, intinya, dalam pertemuan kemarin akhirnya saya mendapatkan pandangan lebih jelas soal ta’aruf ini.

Baca lebih lanjut

sambil menunggu masuk kantor baru

Salah satu kekhawatiran yang saya hadapi jelang masuk kantor baru adalah kemungkinan adanya peraturan tidak boleh menikah selama dua tahun bagi karyawan baru. Memang sih gosip ini belum pasti, tapi tetap saja cukup menjadi perbicangan hangat antara saya dan teman-teman kantor di hari-hari terakhir saya bekerja.

Saya sendiri sedang berusaha berdamai dengan kondisi yang sekarang. Jika ditanya mana yang lebih saya inginkan, antara menikah atau dapat pekerjaan baru? Jelas saya akan menjawab yang pertama. Namun nyatanya, Allah membuat saya lulus di BUMD tersebut, dan saya yakin pasti ada maksud di balik semua itu.

Baca lebih lanjut

Hotel Djagalan Raya

“Kalian maunya nginap di dekat tempat nikah atau di pusat kota?” begitu tanya ayah Nabila saat kami beristirahat sebentar di kediaman mereka setiba di Surabaya. Hari itu Jum’at, 13 September 2013, satu hari sebelum akad nikah Nabila dan Gilang, sang calon suami.

Setelah berdiskusi sebentar, kami pun akhinya memberikan jawaban, “Dekat kota aja, Pak. Biar gampang jalan-jalan.”

Mendengar jawaban kami tersebut, ayah Nabila segera melajukan mobilnya menuju pusat kota Surabaya, yang berjarak sekitar 30 km dari kediaman mereka di Djuanda (mohon koreksinya).

Baca lebih lanjut