[Movie Scene] Kahaani

Kalighat Metro Stasiun tampak ramai seperti biasanya. Anak-anak yang pulang dari sekolahnya, ibu-ibu muda dengan anak mereka, serta para laki-laki dengan pakaian kerja mereka. Semuanya berlalu-lalang di salah satu stasiun metro bawah tanah kota Kolkata tersebut dengan tujuan mereka masing-masing. Mereka mengantri tiket, menuruni tangga, hingga akhirnya berebut memasuki gerbong kereta. Arup Basu merupakan satu diantara orang-orang tersebut.

Pintu kereta secara otomatis tertutup ketika Arup Basu berhasil memasuki gerbong kereta. Terlambat satu detik saja ia pasti akan ketinggalan kereta tersebut. Sambil menghela nafas, refleks matanya mengitari orang-orang di sekelilingnya. Gerbong kereta yang dimuatinya kini tampak penuh. Sayup-sayup Arup Basu bisa mendengarkan pembicaraan orang-orang tersebut.

Tepat ketika Arup Basu mulai melangkahkan kakinya di dalam gerbong kereta, telepon genggamnya berbunyi.

Baca lebih lanjut

Penyanyi Playback Bollywwod

Seperti yang semua orang ketahui, film Bollywood identik dengan tarian dan nyanyiannya. Dalam film-film tersebut, kita melihat para aktor-aktor tersebut menari sambil menyanyikan lagu pengiring dengan begitu merdunya. Namun mungkin tak banyak yang tahu siapa suara asli di balik lagu-lagu tersebut.

Saya sendiri baru mengetahui hal ini saat membeli kaset soundtrack Kuch-kuch Hota Hai bertahun-tahun yang lalu. Ya, saking sukanya dengan film India yang satu itu, saya sampai membeli kasetnya. Dan dari situlah saya mengetahui nama-nama seperti Udit Narayan yang suaranya sering kita dengar pada Shahrukh Khan atau Aamir Khan. Ada juga Alka Yagnik (untuk suara Kajol di KKHH), Kavita Khrisnamurty, dan tentunya sang legenda Lata Mangeshkar.

Baca lebih lanjut

[Cerpen] Karena Aku Mencintaimu seperti Hujan

Tempat itu bernama Kedai Hujan. Sebuah cafe mungil yang berada tak jauh dari tempat kursusnya. Kabarnya nama Kedai Hujan dipilih karena dulunya kedai tersebut merupakan tempat persinggahan orang di kala hujan. Dan bagi pecinta hujan seperti dirinya, menanti hujan di tempat tersebut bak mendengarkan alunan nada Beethoven kesukaannya. Ditemani secangkir capuccino hangat dan setangkup pancake, semuanya sudah cukup baginya untuk melupakan dunia sekitarnya, seperti hari ini.

“Boleh saya duduk di sini?”

Sebuah suara tiba-tiba membuyarkan nada-nada Beethoven di kepalanya. Dialihkannya wajahnya dari tetesan hujan yang sedari tadi menari-nari di matanya, menuju ke arah sumber suara. Di sana, seorang pemuda berwajah tampan dengan ransel di punggungnya sedang berdiri di hadapannya. Sejenak pandangannya beralih ke ruangan di sekelilingnya.

“Tempat duduk lain sudah penuh,” kata pemuda itu lagi, seolah-olah bisa membaca pikirannya. Akhirnya dia hanya bisa mengedikkan bahunya.

“Anda mengambil kursus bahasa Perancis?”

Baca lebih lanjut

Flashdisk yang Tak Terbaca dan Dropbox

Hari ini saya dibuat cukup repot dengan tidak terbacanya flashdisk saya di komputer. Ya. Flashdisk 8 GB tersebut gagal dibaca bukan hanya oleh komputer saya, tapi juga oleh semua komputer di kantor. Padahal seingat saya, di hari sebelumnya flashdisk tersebut masih bisa terbaca dengan baik. Informasi-informasi yang saya temukan dari mbah Google juga tak satu pun yang berhasil memunculkan nama flashdisk saya di pada notifikasi komputer. Memang sih sempat muncul drive bernama removable disk, namun ketika diklik removable disk tersebut tidak bisa diakses. Saya pun akhirnya menyerah, dan mungkin harus mengucapkan selamat tinggal pada benda mungil tersebut (tapi saya masih ingin mencobanya besok).

Tentunya bukan masalah flashdisk tersebut yang merepotkan saya. Melainkan data yang hilang dari flashdisk tersebut. Beberapa pekerjaan penting yang masih dikerjakan belum sempat di-back up ke komputer. Itu artinya saya harus mengulang pekerjaan tersebut dari awal lagi, dan pastinya hal ini cukup merepotkan. Jujur saya akui, saya memang sedikit lengah untuk urusan back up data ini. Sewaktu flashdisk yang lama hilang pun demikian. Rata-rata data tidak sempat di back up 😦

Baca lebih lanjut

[Cerpen] Janji Musim Semi

JANJI MUSIM SEMI

“Kau siap?” tanya lelaki di sampingnya sekali lagi. Seakan memberi kesempatan pada Naya untuk merubah keputusannya. Tapi gadis itu menggeleng pelan meski kakinya tidak juga bergerak melangkah.

Mereka berdiri di ujung Doldam Street. Wajah Naya terlihat ragu. Ia tahu, ia tak boleh percaya takhayul. Tapi perkataan teman-temannya membuat Naya diserang keingintahuan yang begitu besar. “Apa benar kisah cintaku dengan Jong Hyun oppa akan berakhir jika kami melewati jalan ini?” gumamnya dalam hati. Karena rasa penasaran yang terus menyerang, akhirnya ia mengajak kekasihnya itu menyusuri jalan yang dianggap terkena kutukan. Agar ia tahu, apakah cinta mereka seabadi yang ada di dalam pikirannya.

“Naya-shi, kalau kau tidak siap, kita bisa membatalkan perjalanan ini dan memilih tempat lain.” Lelaki itu kembali berkata.

Baca lebih lanjut