[film] crazy little thing called love

Tadi malam adik saya memaksa saya untuk menonton sebuah film Thailand yang berjudul Crazy Little Thing Called Love. Dia sendiri sebenarnya sudah nonton malam sebelumnya. Dan karena merasa filmnya bagus, jadilah dia mempromosikan habis-habisan film ini kepada saya.

Crazy Little Thing Called Love bercerita tentang Nam yang naksir pada kakak tingkatnya yang benama Shone. Di awal-awal cerita, Nam ini digambarkan sebagai gadis biasa berkulit kecoklatan, lengkap dengan kacamata dan kawat giginya. Sedangkan untuk Shone, sepertinya tak perlu dijelaskan lagi. Dia adalah tipe cowok populer yang digilai para adik tingkatnya.



Nah saking sukanya dengan kak Shone ini, Nam pun mulai berusaha untuk memperbaiki dirinya. Hal tersebut dilakukannya agar bisa memperoleh perhatian dari Kak Shone. Pelan tapi pasti Nam yang hitam mulai bertransformasi hingga akhirnya menjelma menjadi seorang gadis sangat cantik. Kecantikan yang membuatnya menjadi salah satu gadis yang paling banyak mendapat kado di hari valentine.


Namun sayangnya menjadi cantik tak cukup bagi Nam untuk bisa mendapatkan Shone. Saat memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya pada Shone, Nam harus menerima kenyataan kalau dirinya terlambat. Shone sudah terlanjur jadian dengan Pin. Patah hati, Nam akhirnya memutuskan pindah ke Amerika.

“Bagiku dia tetap sama, selalu terlihat cantik.” Itulah kalimat favorit saya sepanjang menonton film ini. Kalimat ini merupakan isi hati yang sebenarnya dari Shone terhadap Nam. Benar. siapa bilang cinta Nam bertepuk sebelah tangan? Dia hanya tak pernah tahu kalau sebenarnya Shone juga menaruh perhatian padanya, bahkan sejak dirinya masih berwujud “itik buruk rupa”. Dia tak tahu kalau Shone selalu memantau gerak-geriknya bahkan mengabadikan transformasi yang terjadi padanya dalam jepretan kamera miliknya. Masalahnya adalah waktu mereka selalu salah, seperti yang dituliskan Shone dalam diary-nya ketika mengetahui kalau sahabatnya menyatakan cinta pada Nam. Dan karena keputusan sudah diambil, tak mungkin bagi mereka untuk mundur lagi. Masa depan sedang menunggu mereka, dengan meninggalkan cinta di belakangnya.

***

Menonton film ini benar-benar mengingatkan saya akan kehidupan saya di masa SMA. Jaman dimana cinta adalah sesuatu hal yang masih bersifat platonik bagi saya. Saat dimana saya menyukai seorang kakak tingkat secara diam-diam, memandangnya dari kejauhan hingga perasaan gugup yang melanda saat berpapasan kakak tingkat tersebut. Hal-hal yang mungkin tak pernah saya rasakan kembali selama 10 tahun terakhir. Dan menonton film ini, bagi saya adalah sebuah nostalgia.